"Kita semua pulang ke kampung halaman abi di Aceh, sayang. Kamu bisa lanjutin sekolah kamu disana, sayang..." Abi meraih dan menggenggam tangan Annisa. Abi ingin meyakinkan putri semata wayangnya itu.
Umi dan Annisa terdiam. Keputusan Abi sudah bulat.
***
Hari perpisahan itu tiba. Annisa memandangi wajah Radit untuk yang terakhir kalinya. Janjinya untuk menemani Radit membeli pernak-pernik imlek tidak bisa dia penuhi. Abi ingin mereka pindah ke Aceh sesegera mungkin.
Bertahun-tahun sejak mereka lahir ke dunia, Annisa tidak pernah melihat raut wajah Radit sesedih itu. Bola mata Radit tergenang oleh air mata. Begitu juga dengan Tante Rosa, yang tidak lepas dari pelukan uminya. Sedangkan Om Fendi dan abi terlihat sedikit bercengkerama. Merekalah yang terlihat paling tegar.
Satu orang lagi yang tidak bisa lepas dari pelukan Annisa, dia adalah Alin. Alin adalah adik Radit yang masih duduk di kelas 3 SMP. Alin menangis di pelukan Annisa, dan Radit hanya bisa mengelus-elus rambut adiknya itu.
"Kak, siapa nanti yang bakal ajarin Alin belajar?"
"Alin, kan ada Kak Radit. Kak Radit kan bakal temenin kamu belajar."
"Alin nggak mau, kak. Kak Radit nggak seperti Kak Nisa..." Ujar Alin dengan polos.
"Kakak tau, Alin. Kita bisa tetep saling berhubungan kok. Kakak janji, kakak bakal sering telpon kamu."
Alin melepaskan diri dari pelukan Annisa.