Theia terpaku, tatapannya masih tertuju pada seseorang yang kini berdiri dihadapannya. Theia membisu, ia tak tahu harus berkata apa. Hal ini begitu mengejutkan baginya. Lykan. Ia sama sekali tak pernah menyangka.
“Aku berjanji, ini adalah kali terakhir aku akan terlihat di matamu. Aku tak akan pernah mengganggumu lagi.” Lykan memunggungi Theia lalu pergi dengan langkah tertatih.
“Aku tidak memintamu pergi!” Theia berseru.
Lykan menghentikan langkahnya.
“Biarkan aku merawat lukamu sebagai ucapan rasa terima kasihku.”
“Terima kasih untuk apa?” dahi Lykan berkerut.
“Untuk menyelamatkan ku tadi malam.”
“Kamu…” kalimat Lykan menggantung.
Theia mengangguk, ia menyibakkan helaian rambut yang selalu menutupi separuh wajahnya dan tersenyum kepada pemuda dihadapannya yang terlihat terpana menatapnya.
“Aku terlahir berbeda dari orang tua yang memiliki keistimewaan seperti mu.”
Lykan terperangah, sejenak kemudian ia menyentuh pipi Theia lembut dengan jemarinya yang sedikit kaku.