Karin menunjuk dahi Theia dan mendorongnya keras, diikuti oleh ketiga temannya yang berdandan nyaris serupa satu sama lainnya. Theia meringis kesakitan memegangi kepala bagian belakangnya yang terbentur tembok.
***
Malam bermandikan cahaya purnama itu begitu dingin. Theia mengusap luka di lututnya yang mulai mengering. Ia menggigit bibirnya. Kesunyiaan ternyata tak lagi melindunginya, hatinya sakit dan tercerabik, namun ia lupa bagaimana caranya menangis. Di pandanginya purnama lima belas yang bersinar terang diatas kepalanya.
Â
"Katakan padaku, mengapa engkau tak peduli denganku."
Theia berteriak, wajahnya mendongak congkak menatap sang bulan yang hanya bisa berpendar di antara kerlip bintang di langit malam. Namun rasa kesal Theia berubah menjadi waspada ketika ia mendengar suara gemerisik dari semak semak yang membuatnya mulai menajamkan pandangannya ke arah suara berasal.
Ia menyipitkan matanya, mencari-cari apa yang membuat semak-semak itu bergemerisik keras. Tiba-tiba matanya bersiborok dengan sepasang mata kuning yang menyala terang dibawah sana. Theia membelalakan matanya seakan tak percaya. Alih alih lari ketakutan, Theia malah bergegas menuruni tangga lalu berlari ke halaman belakang dimana mahluk itu masih berada di sana. Pelan dan waspada Theia menghampirinya, namun mahluk itu menghilang diantara rimbunya semak-semak.
Malam itu Theia terjaga beberapa kali. Â Ia mengalami mimpi yang sangat aneh, mimpi yang terulang lagi dan lagi ketika ia mulai terlelap. Mimpi yang membuat kepalanya di penuhi tanda tanya.
***
Siang sangat terik, Theia melangkah ke dalam kantin untuk melebur dahaga sekaligus menghapuskan kantuknya. Hampir satu bulan ini ia tak bisa tidur dengan nyenyak. Â Mimpi-mimpi aneh tentang ibunya, tantenya, sebilah pisau belati, ceceran darah, rumah yang terbakar, wajah mungil sepupunya yang telah tiada, sepasang mata kuning yang tajam, purnama, serta wajah-wajah sinis nan sadis dari banyak orang tiba-tiba selalu muncul dalam mimpinya dan membuatnya merasa sangat lelah. Sepuluh tahun sudah peristiwa menyedihkan itu terjadi, Namun mengapa kini bayangan bayangan itu datang kembali? Theia menyentuh dahi peningnya.
"Hai The." Lykan menyapa Theia ringan membuyarkan pikiran suntuk gadis itu dengan menyodorkan satu kaleng minuman yang baru saja ia ambil dari lemari pendingin.