Malam pekat bertabur kerlip bintang. Rembulan bundar yang mulai muncul di ufuk timur cahayanya seakan berhasrat untuk menelan kegelapan. Dedauan bergemerisik lembut diterpa angin malam yang menemani kesunyian. Semburat cahaya warna warni  terpapar dengan penuh gelora di balik bayang-bayang kelambu hitam bangunan kota nun jauh disana.
Seorang gadis mematung di balkon rumah bergaya Victoria yang berdiri angkuh di atas bukit. Helaian rambut yang menutupi setengah dari wajahnya bergerak di tiup angin malam dan membelai-belai pipi tirusnya. Seperti biasa malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang baginya. Malam dimana ia tak pernah bisa memicingkan matanya barang sejenak.
Tiga jam sudah ia mematung di balkon itu, Â Theia menghembuskan nafasnya pelan. Â Ia menatap bulan yang kini ada di atas kepalanya. Sinarnya yang menerangi jagat raya tak serta merta membuat hatinya tergerak untuk mengagumi keindahannya. Sementara itu di kejauhan terdengar suara rindu yang menyayat terperangkap oleh waktu.
****
Theia berjalan tergesa diantara tatapan mata beberapa mahasiswa baru yang tengah bergerombol di lorong gedung kuliahnya. Dua tahun sudah ia hilir mudik di lorong itu namun tetap saja ada beberapa pasang mata yang menatap nya aneh.
"The..." sebuah tepukan halus dibahunya memaksanya untuk berhenti melangkah.
Ia melirik seorang gadis yang pipinya di penuhi dengan bintik-bintik merah dari balik helaian rambut yang lagi lagi menutupi sebagian besar dari wajahnya.
"Tau gak, cewek-cewek disana itu sedang di landa histeria masal."
Theia mengangkat alisnya, tetap membisu.
"Ada mahasiswa lintas jalur yang kece badai." lanjut gadis bernama Selly itu dengan wajah semringah.
Theia menatap  Selly sesaat lalu melangkahkan kakinya kembali.