Rhe melirik bandana yang melingkar di pergelangan tangan Meyda sambil mendorong ponsel itu kembali.
"Sudah cukup Mey, aku tak ingin kamu memberiku apa-apa lagi. Akhir-akhir ini kamu telah memberiku banyak sekali hadiah yang tak ku inginkan. Aku sangat menghargai semua peluh yang telah kamu keluarkan demi kebaikan ku."
"Aku memberi dengan tulus, Rhe."
Rhe menarik nafasnya berat dan menghembuskannya perlahan.
"Jessie sudah besar Mey, dia harus belajar mengatasi keinginannya tanpa bantuan kamu."
Kedua orang yang tengah terbelit persoalannya masing-masing itu saling bertatapan, lama, melebihi waktu yang biasa Meyda gunakan untuk membuat sebuah latte art di cangkir kopi pelanggannya.
"Ah, kamu sudah tahu." Nada suara Meyda terdengar muram.
"Maaf kan aku Rhe, Aku terpaksa. Aku... "
"Aku mengerti Mey, tapi Apakah harus dengan kekerasan?"
"Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Itu cara cepat yang bisa aku lakukan. Aku sangat mengenal mu. Aku tahu semua ketakutan-ketakutanmu. Aku tahu kelemahanmu. Aku menyayangi Jessie Rhe. Aku lakukan ini untuk membayar semua kehilangan yang Jessie rasakan atas aku selama ini. Aku tidak bisa menjadi kakak yang baik karena tidak pernah ada di sisinya."
"Walau berat tapi aku tak punya pilihan. Maafkan atas luka yang kamu dapat. Aku tidak bermaksud sampai sejauh itu. Jessie sangat menyukai Nara. Aku hanya ingin Jessie bahagia."