Efektivitas Jalur Pidana dan Perdata:
Kedua jalur ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jalur pidana lebih efektif dalam memberikan efek jera kepada pelaku, terutama jika tindakan penyerobotan dilakukan dengan sengaja dan melibatkan kekerasan atau penipuan. Namun, jalur pidana tidak selalu memberikan solusi jangka panjang untuk masalah sengketa kepemilikan tanah.
Di sisi lain, jalur perdata lebih tepat untuk menyelesaikan masalah kepemilikan dan hak atas tanah, serta memberikan pemulihan kepada pemilik yang sah. Namun, proses perdata sering kali memakan waktu lebih lama dan memerlukan biaya yang lebih besar, terutama jika kasusnya melibatkan gugatan ganti rugi.
9. Kesimpulan:
Penyerobotan tanah merupakan persoalan hukum yang dapat ditangani melalui jalur pidana maupun perdata, tergantung pada konteks dan motif penyerobotannya. Dalam hukum pidana, penyerobotan tanah dipandang sebagai perbuatan melanggar hukum dan melawan hukum yang dapat dikenai sanksi pidana,
Pasal 385 KUHP juga memiliki dua unsur penting di dalamnya, yaitu unsur subjektif dan objektif.
Unsur subjektif : Mengacu pada kata "dengan maksud" yang artinya dilakukan dengan sengaja dan ada niat dan/atau kehendak jahat untuk menguasai, lalu menjual/menyewakan/menukar/menggadaikan tanah milik orang lain demi kepentingan pribadi.
Unsur objektif: Perbuatan menguasai dan menjual atau menyewakan, menukar dan/atau menggadaikan tanah milik orang lain demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Sementara dalam hukum perdata, kasus ini lebih dianggap sebagai sengketa kepemilikan tanah yang penyelesaiannya berfokus pada pemulihan hak pemilik yang sah, dimana harus ada unsur PMH (Perbuatan Melawan Hukum) yang menimbulkan suatu kerugian secara perdata.
Didalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat, yaitu:
1. Â Â Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku