Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Putih dan Perjalanan Kereta (Bagian 1)

2 Desember 2022   23:11 Diperbarui: 2 Desember 2022   23:29 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Hampir tercapai," sahut Renjana sembari mencangklongkan ransel abunya. "Kalau saja kamu tidak membangunkanku. Tapi ya, terima kasih sudah membangunkanku."

Renjana berjalan lebih dulu. Harus Ryshaka akui, kemampuan tidurnya cukup layak diapresiasi, apalagi di dalam kereta. Sementara Renjana sudah mendahuluinya, Ryshaka terpaku pada lipatan kertas di tempat duduk Renjana. Tulisan "laboratorium" menyembul dari sana. Lekas Ryshaka mengantonginya. Tanpa sempat membaca karena titah petuga kereta yang memintanya segera turun.

Di luar hujan. Ryshaka mendapati Renjana masih berdiri di pintu kereta, dengan tangan bersembunyi di kantong hoodie dan telinga tersumpal headphone. Mendadak, laki-laki itu penasaran apa yang didengarkan Renjana begitu lama.

 "Kupikir kau suka hujan, Nana," celetuk Ryshaka setibanya di sebelah gadis itu. Renjana diam saja, meski Ryshaka tahu gadis itu mendengarnya. "Petugas kereta api mungkin akan mengusir kita kalau hanya berdiri di sini menunggu hujannya reda."

Lalu, sekonyong-konyong Renjana berbalik. Ryshaka terkunci sesaat di iris cokelat dengan sorot "aku-benci-dunia-dan-seisinya-itu". Melepas headphonenya, gadis itu bertanya, "Kau menyesal sudah mengambil gerbong pertama, Ryshaka?"

 Ryshaka menggeleng. Sebelah sudut bibirnya tertarik. Meniru Renjana, pria itu menyelipkan tangan ke saku jaketnya. "Gerbong pertama akan berhenti di peron tanpa atap. Di saat-saat hujan seperti ini, gerbong pertama mungkin bukan pilihan yang baik. tapi kau tahu, Nana, aku tidak menyesal. Bahkan walaupun aku bisa berjalan ke gerbong dua atau tiga, aku akan tetap turun di sini."

            "Karena aku?"

            "Aku mugkin akan melewatkan kesempatan langka ini kalau berada di gerbong lain."

            Renjana mangut-mangut. "Aku juga," katanya. Lagi-lagi dalam bentuk gumaman, seolah dia tengah berbicara dengan dirinya sendiri.

Ryshaka baru hendak menyerahkan surat yang ditemukannya saat Renjana berjongkok dan mengobrak-abrik isi tasnya. Seperti perempuan pada umumnya, tasnya penuh. Ryshaka melirik sedikit. Laptop dengan stiker beruang mencuat dan paling menonjol di antara barang-barang yang dibawanya.

            "Aku ingat membawanya," gumamnya lagi, masih mencari-cari sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun