Bayu sadar tidak boleh dia menyesali takdirNya. Bayu harus ikhlas menerima takdirNya.
"Hai Bayu kok melamun. Ayo diminum dong!" Suara Intan mengagetkan Bayu sehingga terbangun dari lamunannya.
"Eh iya Intan terima kasih," kata Bayu sambil menyentuh gelas berisi orange dingin itu. Rasa segar menyentuh tenggorokan. Alhamdulillah minuman dingin ini telah menyejukkan hati Bayu.
Mereka berbincang di ruang tamu itu dengan akrab. Pembicaraan tidak jauh dari pelajaran sekolah dan cita-cita nanti setelah lulus SMA mau masuk Perguruan Tinggi mana.Â
Ujian Nasional tinggal di depan mata. Sedang asyik mereka mengobrol tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di carport depan. Tak lama kemudian Royke muncul. Bayu merasa kikuk juga melihat kedatangan Royke.
"Hai rupanya ada Bayu sudah lama?" Sapa Royke ramah sambil mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Pemuda yang sopan dan ramah, pikir Bayu. Â
"Iya Mas sudah lama, tadi aku diminta antar Intan pulang karena gak ada yang jemput," kata Bayu.
"Terima kasih Bayu ya. Memang aku tadi tidak bisa jemput Intan bentrok dengan jadwal kuliahku. Sekali lagi terima kasih Bayu," kata Royke ramah.
Bayu merasakan keakraban yang tulus dan Bayu merasa bersyukur Intan punya pacar seperti Royke.Â
Hanya beberapa saat, kemudian Bayupun segera berpamitan. Dalam perjalanan pulang banyak rasa gundah dirasakan Bayu.
Hari menjelang sore, kota Bandung semakin dicengkram kemacetan rutin. Suasana jalan raya yang ramai dan berisik bising dengan knalpot kendaraan ternyata bagi Bayu terasa sepi karena hati Bayu begitu hampa dan kosong. Hari itu bagi Bayu rasanya begitu berat untuk dilalui.