"Ya Pak. Terima kasih," Jawabnya pendek. Namun aku mendengar nada suara Listya seperti sedang menahan tangis bukan suara kebahagiaan. Apakah ini mungkin karena Rizal sakit sehingga Listya merasa sedih.
"Insya Allah Listya, mas Rizal sembuh. Tidak perlu khawatir semuanya sudah ditangani dokter. Saya akan terus berdoa untuk kebaikannya dan juga kelancaran pernikahan kalian," kataku berusaha menghiburnya.
Beberapa saat tidak ada jawaban. Gadis ini seperti terdiam membisu. Cukup lama terdiam sehingga ada kekosongan pembicaraan, sampai akhirnya aku kembali bersuara.
"Hallo Lis, kamu baik-baik saja? Listya!"
"Ya Pak, tidak apa apa. Maaf Pak, saya sudahi dulu ya. Sekali lagi, terima kasih untuk doanya. Saya juga berdoa mudah-mudahan Bapak juga segera mendapatkan kebahagiaan dengan orang yang menggugah perasaan Bapak yang dulu pernah diceritakan. Maaf Pak Alan. Assalaamu alaikum." Listya berkata dengan suara pelan dan seperti menahan tangis.
"Baik Listya. Wa alaikum salaam," jawabku.
Apakah yang terjadi dengan Listya seperti tidak tampak bahagia dalam menghadapi hari pernikahannya? Kemudian kata-katanya tentang orang yang menggugah perasaanku, seperti ada perasaan cemburu dari nada bicaranya. Dia tidak tahu orang tersebut adalah dirinya. Ada apakah denganmu Listya?
Diujung bulan Januari ini hujan di Kota Surabaya masih tetap curahnya tinggi. Setiap sore turun hujan. Rabu ini aku ingat Rizal operasi pengambilan batu ginjal. Sekarang sudah hamper sore, mungkin operasinya sudah selesai. Ketika aku ingin menelpon Listya, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Ternyata panggilan dari Listya.
"Pak ini Tya. Alhamdulillah operasinya berhasil dan sekarang Mas Rizal sudah siuman," suara Listya dari seberang dengan nada gembira.
"Alhamdulillah Listya. Saya ikut senang sampaikan untuk Mas Rizal!"
"Iya Pak. Ini sudah saya sampaikan. Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak," suara Listya penuh dengan keharuan.