"Tidak masalah Tuan Putri!" Kataku sambil tertawa.
"Ah Pak Alan, saya jadi malu." Tawaku semakin keras. Amelia tampak merasa canggung. Â
"Sudahlah Mel. Penting saat ini adalah sudah lega karena kita sudah menjenguk calon suami Listya. Apalagi dia sudah berangsur sehat. Apakah Amel tahu kapan mereka melangsungkan pernikahannya?"Â
"Dulu Listya pernah cerita akan menikah bulan Maulud ini tapi dia juga pernah curhat sama saya Pak tentang pernikahannya ini," kata Amelia.Â
"Curhat bagaimana Mel?" Tanyaku penasaran.
"Listya baru bertunangan dengan Rizal kira-kira sebulan sebelum wisuda dan saat itu sekaligus lamaran. Listya sebenarnya belum tahu apakah dia mencintai Rizal atau tidak karena yang dia lakukan adalah hanya menyenangkan kedua orang tuanya yang banyak berhutang budi kepada keluarga Mas Rizal." Amelia menjelaskan.
"Selama ini keluarga Mas Rizal banyak membantu biaya kuliah Listya sampai lulus," kata Amelia menambahkan. Tampaknya kedua orang tua mereka yang menjodohkan.
Aku sungguh terkejut. Benarkah Listya ternyata tidak mencintai Rizal dan dia bertunangan dan menerima lamaran Rizal karena campur tangan orang tua mereka.
"Oh begitu," kataku pura-pura tenang menanggapi cerita ini padahal aku sangat terkejut mendengarnya.
"Tapi Mel, mudah-mudahan Listya akhirnya mau mencintai Mas Rizal karena aku lihat Mas Rizal begitu mencintai Listya," kataku.
Aku tidak tahu kata-kata ini hanya basa-basi atau tidak tapi itu adalah sebuah doa. Ya Allah mudah-mudahan aku berdoa dengan tulus. Aku paling takut dengan ke pura-puraan.