Semuanya kubawa hingga pagi tiba. Pagi hari ketika aku dan Aziz berangkat kuliah untuk pertama kalinya. Aku berboncengan dengan dia, menyusuri Jalan Monjali.
Tiba di kampus pukul 7 kurang. Masih sepi. Parkiran baru ada beberapa motor dan mobil. Kami menuju lobi, masih sepi juga. Nanti saat aku sudah tak menjadi mahasiswa baru lagi, aku baru sadar kampus ini bukan SMA. Kampus ini berbeda. Jika dulu jam 7 pagi adalah waktu-waktu rawan untuk dikejar satpam, atau berebut masuk ke gerbang sekolah, di sini jam 7 pagi sepertinya masih terlalu dini untuk melakukan aktifitas. Hanya kami mahasiswa-mahasiswa baru yang mendapat jatah kelas pagi yang sudah datang.
Beberapa orang, kurasa mahasiswa baru seperti aku, duduk-duduk di kursi lobi. 5 menit kemudian bertambah lagi. Lalu bertambah terus.
“Ada pengumuman di papan kayaknya,” ucap Aziz kepadaku.
Kulihat beberapa mahasiswa, yang kurasa adalah mahasiswa baru, berebut membaca pengumuman itu. Mereka berjubel-jubel sambil membawa buku dan pulpen.
“Aku kelas A, kamu?”
“B…kok kita gag sekelas,”
“Aku B juga…”
“Aku C,”
Celoteh-celoteh itu menyadarkan aku. Pengumuman itu adalah pembagian kelas bagi mahasiswa baru. Aku ikut-ikutan berjubel bersama mereka, mahasiswa baru itu. Nantinya aku menyadari bahwa papan pengumuman berukuran 3 m x 1.5 m yang berdiri di lobi itu adalah salah satu nyawa dari mahasiswa. Semua pengumuman ditempel di sana, dari pengumuman tentang kuliah pengganti, tugas susulan, pagilan dari ketua jurusan, pengumuman MID semester, jadwal ujian, beasiswa. Apapun. Di sana kami, para mahasiswa menemukan 1 nyawa di jurusan ini. Nyawa yang akan hilang jika kami tidak membacanya.
Di sana, kini aku memperoleh informasi bahwa kelas pertamaku adalaha fisika 1. Aku kelas B, Aziz pun begitu. Juga Bari.