“Bapak memiliki empati tinggi pada warganya yang kesulitan kok, Rien”
Wanita berhidung mancung itu manggut-manggut.
“Aku mau berdialog dengan Bapakmu, bisa ?” lanjut Rien.
“Untuk apa, Rien ?”
“Loh, kok nanya untuk apa. Bagaimana aku bisa memilihnya, kalau aku sendiri tidak mengenal wujud Bapak ,“ pancing wanita bertubuh langsing itu.
“Kalau kamu sudah pasti memilih, nanti akan aku pertemukan semua warga yang memilih Bapak.”
“Kalau begitu nanti saja,” sahut Rien.
“Loh, kok begitu, Rien”
“Katamu terserah padaku saja.”
“Rugi kalau kamu tidak memilih Bapak.”
Dua ekor cicak tengah berkecamuk hebat di atas plafon. Bunyinya lumayan mengganggu. Rien sempat tertawa pelan melihatnya. Dia mengingat sahabatnya yang siap melakukan kegilaan apapun demi perutnya yang mulai keasikan menikmati godaan dunia.