Kegembiraan berpindah ke panggung-panggung musik dan penonton turut bergoyang sesuai hentakan irama.
Minuman beralkohol mulai dibagikan dan setiap pasangan melonjak-lonjak mengikuti hentakan irama musik.
Tayangan semua ini ditonton pula oleh Herman dan Amanda di kafe sebuah hotel yang letaknya tidak jauh dari Atut Baton.
Suasana hotel biasanya nyaman, tapi kali ini hotel berupa gedung pencakar langit saja seperti pasar malam, ramai oleh lalu lalang orang dan meja-meja yang tersedia telah penuh pula.
Dalam kesempatan ini, untuk kali ini barulah Herman bertemu dengan Alaksolan.
Herman dikenalkan oleh Amanda kepada Alaksolan yang datang belakangan.
Alaksolan seorang pria bertubuh tinggi dan tegap. Rambutnya yang panjang sampai sebahu memberikan kesan gagah.
Alaksolan menyambut uluran jabat tangan Herman dengan kuat.
"Maaf, aku baru menemuimu sekarang," kata Alaksolan. "Banyak yang harus kuurus."
"Aku tahu," kata Herman. "Sebagai ketua panitia, anda sangat sibuk."
Alaksolan mengibaskan tangannya menyampaikan bahwa hal itu bukan masalah besar.
"Aku berat mengatakannya, tapi sekali lagi maaf, aku tidak bisa menunjukkan mesin waktu sekarang," kata Alaksolan.
"Ada beberapa hal kecil yang masih memerlukan perbaikan. Tetapi aku biasa kerja sendiri di apartemenku."
Herman dan Amanda tidak keberatan dan maklum dengan masalah privaci.
"Tapi besok, time machine sudah siap kita pakai." Alaksolan memberikan jaminan.
Senang sekali Herman dan Amanda mendengarnya.