Layaknya jam Big Ben yang terletak di London atau lebih tepatnya iconnegara Inggris, jam dinding di kampus baru Samantha tidak kalah megah. Kini menunjuk angka satu di jarum pendeknya. Sudah satu jam semenjak benda itu berdentang menunjukkan waktu makan siang.
Kampus baru Samantha memang sangat teratur—sampai-sampai ada pengingat kapan waktu makan. Tapi, karena kelas gadis itu usai pukul 13.00, terpaksa harus mengundur waktu makan siang selama satu jam.
Samantha bernapas lega. Ia merapikan buku-bukunya dan bergegas untuk pulang. Ia merasa kuliahnya hari ini sedikit membosankan. Jadwal kuliahnya benar-benar seperti anak sekolahan. Dimulai pukul 07.00 KST dan berakhir pada 13.00 KST.
Kini, gadis blasteran Korea-Kanada itu baru saja tiba di halaman gedung apartemennya setelah lima belas menit berjalan kaki. Tidak ada Jae Woon yang tadi sempat menjanjikan untuk menjemputnya.
Aku masih harus menyelesaikan beberapa scene drama hari ini. Jika waktu istirahatku cukup lama, aku akan menjemputmu. Begitulah pesan yang Jae Woon kirim.
“Pemandangan di kampus baruku ternyata menakjubkan. Aku baru menyadarinya sekarang,” gumam Samantha tanpa menggubris tentang pemutusan janji Jae Woon padanya. Ia langsung pulang begitu saja tanpa menunggu datangnya kemungkinan yang tiba-tiba saja membuat lelakinya bisa menjemput.
Sepasang kaki jenjang Samantha masih melangkah. Menyusuri koridor yang bagaimana suasananya bisa ditebak.
“Semenakjubkan itu ‘kah sampai kau lupa bahwa lantai yang kau lewati saat ini masih lantai sembilan?” tanya sebuah suara disela kekaguman gadis itu pada kampus barunya.
Samantha menoleh dan sedikit terkejut dengan sesosok lelaki yang ada di belakangnya.
Bagaimana bisa, tiba-tiba dia berada di belakangku? Setelah itu Samantha membalikkan tubuhnya.
“Lantai tempat apartemenmu masih satu lantai lagi. Apa kau mau menaiki satu tangga untuk sampai di lantai sepuluh?” Peringat lelaki itu dingin seraya mengarahkan tangannya ke tempat sebuah tangga yang ia maksud.