“Itu sulit. Aku dan dia satu kampus dan satu apartemen. Masih ada kemungkinan untuk bertemu.”
“Apa kau suka jika bertemu dengannya?”
“Molla[8],” ucap Samantha lelah.
Jam tangan kulit yang melingkar di pergelangan tangan Jae Woon seakan menyuruhnya untuk pulang. Sudah malam, pukul 11.00. Dengan tubuh yang tidak keruan rasanya, ia berdiri dan melangkah gontai ke arah pintu.
“Kau mau pulang begitu saja?” Langkah Jae Woon terhenti. Samantha beranjak dari duduknya dan mendekat persis di belakang lelaki bertubuh atletis itu.
“Untuk beberapa hari, jangan berkomunikasi dulu. Kita harus introspeksi. Dan, untuk saat ini, jangan selidiki tentang asal-usul Autumn.” Samantha menambahkan.
Jae Woon membalikkan tubuh dan tanpa jeda yang lama, ia mengecup kening Samantha. Kedua tangannya mengalung di leher gadis itu. Ia menutup mata dengan paksa. Luka yang memenuhi hatinya membuatnya tidak berdaya.
“Aku pulang,” ucap Jae Woon dengan suara serak.