"Bayangkan, sudah capek belajar materi di platform, pendidik mengajar sambil merekam proses belajar mengajar di kelas. Bak content creator. Setelah video terwujud, guru masih harus mengunggah video ke platform, dan menanti dengan harap-harap cemas lulus dan lanjut ke langkah berikut..."
Keluhan H seakan tiada akhir, namun saya bisa memakluminya. Kiranya pemerintah mau mendengarkan keluhan para pendidik dan mengevaluasi penerapan platform, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan peserta didik atau malah jauh dari memenuhi keperluan murid.
Yang jelas, untuk para rekan guru bahasa Inggris dimanapun berada, tetaplah melaksanakan tugas dengan baik. Proses dan hasil sama pentingnya. Jangan mengutamakan "proses" dan mengabaikan "hasil". Begitu juga sebaliknya.
Mengajar dengan 'buruk', tapi peserta didik mendapat hasil yang 'baik'; atau mengajar dengan 'baik', tapi peserta didik memperoleh hasil yang 'buruk'. Kedua opsi bukanlah hal yang baik.
Semoga proses dan hasil tetap seiring sejalan.
Impian lebih baik
Peserta didik menikmati jalannya proses belajar mengajar, menarik inti sari daripadanya, dan dapat mengaplikasikan ilmu bahasa Inggris dalam kehidupan nyata di luar sekolah.
Impian yang menggambarkan situasi pembelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan dan mencapai sasaran pendidikan.
Kapan impian-impian ini bisa terwujud?
Entahlah.
Yang jelas, kesejahteraan pendidik juga perlu mendapat perhatian yang sangat besar dari pemerintah. Bukan sebatas retorika atau janji-janji kosong belaka. Pelaksanaan di sekolah-sekolah harus selalu terkontrol dengan baik. Jangan sampai, guru sudah bekerja dengan maksimal, namun mereka hanya mendapat honor ratusan ribu rupiah setiap bulan. Guru-guru honorer sudah seharusnya diperlakukan sama dengan guru-guru ASN, karena mengemban tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) yang sama.
Apabila guru tidak juga mendapat jaminan kehidupan yang layak, tingginya kualitas pembelajaran bahasa Inggris hanya sebatas impian dan angan-angan.