Pesawat tiba di bandara pada pkl. 08.55. Ada semacam gairah baru yang meluap di dada saya ketika rodanya menyentuh aspal disertai sedikit goncangan.
Sekarang aku sudah kembali ke barat, batin saya.
Suara-suara segera mengisi udara dalam ruang penumpang. Balita yang rewel. Ibu-ibu yang mulai mencandai anak-anaknya. Lagu-lagu atau nada dering ponsel.
Saya segera meraih ponsel di saku jaket. Saya mau mengabarkan perihal posisi dan kondisi saya pada istri saya. Rutinitas setiap bepergian memang begitu.
Pesawat sudah turun. Aman-terkendali.
Cukup begitu. Tidak perlu repot dengan menunggu tanggapan. Kemudian ponsel saya masukkan kembali ke saku jaket.Â
Penyejuk buatan tetap saya aktifkan agar suhu ruangan tetap sejuk, apalagi saatnya sekarang para penumpang sedang bergerak sehingga suhu ruangan mulai meningkat. Dalam kondisi sejuk dan sesekali menoleh ke arah interior pesawat atau luar jendela, saya tergoda untuk melamun.
Waktu seakan angin; sekilas perjalanan dari timur-tengah-barat, pikir saya. Selarang saya sudah berada di wilayah barat lagi.
Sambil menunggu pesawat benar-benar berhenti dan memberi kesempatan kepada para penumpang lainnya untuk berkemas-kemas, melamunlah saya dengan lebih aduhai untuk mengisi sisa waktu. Lumayan bisa sekitar seperempat jam atau lebih. Â Â
Kembali ke barat dengan pekerjaan yang memang saya minati setelah meraih gelar sarjana dan beberapa pengalaman yang lumayan di proyek-proyek perumahan. Tidak hanya satu rumah atau bangunan berukuran sedang seperti ketika merantau di wilayah timur kemarin.
Kembali ke barat tidak sekadar bekerja, melainkan rencana-rencana lainnya, misalnya mudik ke kampung halaman untuk menjenguk ibu dan saudara-saudara saya. Kembali ke barat adalah memangkas jarak yang panjang antara tengah dan barat.