Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Salah Siapa?

21 Desember 2019   15:11 Diperbarui: 21 Desember 2019   15:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lagi di mana. Saya membalas, "Di sekitar kebun jati."

Ah, saya menjadi pembohong yang profesional nih, batin saya.

Saya mengendap-endap. Sampai pada turap agak tinggi, saya berdiri. Saya sudah menyiapkan pertanyaan jika Sarwan atau Bu Lia menanyakan posisi saya. Ya, apa lagi kalau bukan "sedang memeriksa dan memikirkan turap tinggi dan yang retak".

Di hamparan tanah terbuka sudah tidak ada siapa-siapa. Saya melirik arloji. Pkl. 11.55. Saya pun bergegas ke warung proyek sambil menunggu panggilan dari Sarwan atau Bu Lia jika memang ada panggilan.

***

Di teras kontrakan Bu Lia, Sarwan terduduk dengan menyandar penuh pada kursi plastik merah jambu. Bu Lia dan Pak Odang hanya menatap dinding depan yang kusam.

Di kantor pemasaran tadi Pak Demun tidak mau membayar invoice sisa pekerjaan turap. Pak Demun bersikukuh dengan menyalahkan Sarwan dan kawan-kawan yang membangun turap.

Selain turap, juga pekerjaan pasang batu untuk jalan, dan saluran drainase. Ada saja alasan Pak Demun, meski saya mulai mengetahui dan memahami bahwa Pak Demun selalu bertindak sepihak alias semau dirinya sendiri.

"Kok bisa, ya?" Saya bertanya sendiri pada jendela kaca bening.

"Memang begitu, Mas Oji," jawab Pak Odang. "Arti kata, bos tidak pernah salah."

Begitulah. Saya pun mulai menangkap situasi yang bertolak belakang dengan perkataan Sarwan ketika saya baru tiba di rumahnya. "Pak Demun berbeda dengan pengembang lainnya, Ji. Uangnya gampang ngucur. Kita tagih hari ini, besoknya sudah cair," katanya yang melekat di benak saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun