Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Salah Siapa?

21 Desember 2019   15:11 Diperbarui: 21 Desember 2019   15:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mobil itu membelok ke kanan. Saya menduga bahwa Pak Demun akan berhenti di lokasi paling ujung, yaitu Blok I dan Blok J.

Benar. Mobil itu berhenti di ujung jalan utama yang berada di tengah Blok I dan Blok J.

Saya tidak tertarik untuk menyambutnya, meskipun berada tidak terlalu jauh dengan kedua blok itu. Dia bosnya pengembang, dan bukan tenaga teknik di lapangan. Saya bukan seorang pencari muka macam si Semprul.

Eh, saya yakin, sebentar lagi si Semprul datang. Saya mulai membungkuk dengan posisi badan bersiku dengan turap. Saya tidak mau menemui keduanya.

Akan tetapi, kalau saya tidak peduli pada kehadiran Pak Demun, nanti saya dianggap melecehkan seorang bos. Juga nanti dia komplain pada Sarwan, mengapa mempekerjakan anak buah yang acuh-tak acuh terhadap keberadaan bos pengembang.

Ah, biarlah, toh sebentar lagi biasanya Sarwan dan Bu Lia akan muncul di kantor pemasaran untuk menemui Pak Demun, pikir saya.

Saya menoleh ke kiri untuk mencari posisi Pak Semprul. Seorang bertopi koboi hitam sedang berjalan di jalan utama yang masih berupa susunan batu. Itu dia si Semprul, pikir saya.

Perlahan-lahan saya menunduk dan berguling ke balik turap, lalu mencari posisi untuk duduk yang nyaman. Di bawah sebatang pohon lamporo yang rindang saya mendapatkan tempat yang tepat, karena dari situ juga saya bisa mengawasi situasi antara keberadaan Pak Demun dan empat pekerja perbaikan turap pendek.

Saya tetap mendengarkan radio melalui ponsel dan memasang earphone. Sesekali mengintip dengan sedikit menaikkan badan.

Di ujung jalan lokasi yang sudah beralas batu untuk diaspal atau dicor, saya juga melihat Sarwan dan Bu Lia sedang berjalan di belakang Pak Semprul. Jarak mereka agak berjauhan, tetapi mengarah ke posisi Pak Demun dan mobil hitamnya.

Suara di earphone menandakan adanya pesan singkat yang masuk. Saya menengoknya. Dari Sarwan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun