Menurut Abu Hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik siwakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebaikan. Berdasarkan definisi ini, pemilik harta wakaf tidak lepas dari wakif bahkan ia dibenarkan untuk menarik kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif meninggal maka harta wakaf menjadi harta warisan bagi ahli warisnya, jadi yang timbul dari wakaf tersebut hanyalah "menyumbangkan manfaat".
Macam-macam Wakaf
Wakaf dilihat dari perspektif peruntukannya, maka dapat dibedakan pada dua macam, yaitu wakaf ahli, dan wakaf khairi. Pertama, dimaksudkan dengan wakaf ahli yaitu wakaf yang diperuntukkan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini disebut juga dengan wakaf zurri, atau kerabat. Apabila ada seseorang mewakafkan harta bendanya baik berupa benda bergerak seperti motor, mobil, dan yang semacamnya maupun berupa benda tidak bergerak seperti sebidang tanah kepada anaknya, atau cucunya, atau kepada kerabat keluarganya, maka wakafnya sah, dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan ketika ia berwakaf. Wakaf yang diperuntukkan untuk keluarga besar demikian ini secara hukum Islam adalah dibolehkan dan dibenarkan. Dasarnya mengacu pada sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik bahwa Abu Thalhah mewakafkan hartanya untuk keluarga atau kerabatnya. Diujung pernyatannya itu dikatakan: Aku telah mendengar pernyataanmu tentang hal tersebut, saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat, maka Abu Thalhah membagikannya untuk keluarga, dan anak-anak pamannya.
Dalam praktik wakaf ahli, atau zurri, istilah lain wakaf kerabat ini adalah baik sekali karena semua keluarga terpelihara kekeluargaannya, merasa ditolong secara materi, terbantu di antara kebutuhan dan kekurangannya, dan persatuan keluarga terorganisir dengan baik. Tetapi tidak jarang juga justru menimbulkan permasalahan baru di antara keluarga, terutama ketika dalam proses pendistribusian dari hasil tanah wakafnya, atau misalnya dari hasil sebuah toko (ruko) yang diwakafkannya secara adil dan merata. Oleh karena demikian, di beberapa negara seperti Mesir, Turki, Maroko dan Aljazair, wakaf ahli/zurri ini telah dihapuskan karena dengan berbagai pertimbangan dinilai tidak produktif,
Kedua, dimaksudkan dengan wakaf khairi, atau wakaf untuk umum yaitu wakaf yang secara tegas dinyatakan oleh si wakif untuk kepentingan umum masyarakat. Misalnya wakaf tanah yang diberikan untuk kepentingan pembangunan masjid, lembaga pendidikan, lembaga dakwa, rumah sakit Islam, tempat pemeliharaan dan pemberdayaan anak-anak jalanan secara profesional, dan lain-lain. Jenis wakaf ini diperuntukkan untuk kepentingan umum yang mencakup semua aspek kehidupan umat manusia, sehingga permasalahan yang berkaitan dengan jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya terkoordinasi dan terkelola dengan baik. Semua itu tujuannya tidak ada lain kecuali untuk kesejahteraan masyarakat umum.
Conclusion
Perkawinan dalam Islam dijelaskan sebagai sebuah akad yang menghalalkan hubungan antara seorang pria dan seorang wanita, dengan adanya rukun dan syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya pernikahan.
Perceraian, atau talak dalam konteks hukum Islam, merupakan pembatalan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh suami terhadap istri, dengan faktor-faktor penyebabnya meliputi ketidakharmonisan, krisis moral, pernikahan tanpa cinta, dan perzinahan..
Kewarisan dalam hukum Islam mengacu pada pembagian harta peninggalan kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an dan hadis, dengan prinsip keadilan berimbang sebagai landasan utama.
Wasiat adalah pesan untuk melakukan kebaikan setelah meninggal, dengan pembatasan tertentu sesuai dengan aturan hukum Islam.
Wakaf adalah penahanan harta untuk kebaikan umum atau untuk individu tertentu, dengan dua jenis utama: wakaf ahli (untuk kerabat) dan wakaf khairi (untuk umum).