Buku "Hukum Keluarga Islam di Indonesia" oleh Dr. H. A. Kumedi Ja'far, S.Ag., M.H. hadir sebagai upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hukum keluarga Islam dalam konteks Indonesia. Dengan menguraikan konsep-konsep penting seperti perkawinan, perceraian, kewarisan, wasiat, dan perwakafan, buku ini bertujuan untuk menjadi panduan yang berguna bagi mereka yang ingin memahami dan menerapkan hukum keluarga Islam dengan benar dan efektif.
Dalam latar belakang ini, review buku ini bertujuan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, dan relevansi buku tersebut dalam menyajikan materi tentang hukum keluarga Islam di Indonesia. Dengan memahami konten dan pendekatan yang digunakan dalam buku ini, pembaca akan dapat menilai sejauh mana buku ini memberikan kontribusi yang berharga dalam pemahaman dan aplikasi hukum keluarga Islam di Indonesia.
Result and Discussion
Pengertian Perkawinan
Perkawinan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah an-nikah. an-Nikah yang bermakna al-wat'u dan ad-dammu wa at-tadakhul, kadangkala juga disebut dengan ad-dam wa al-jam'u yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad. Bahkan perkawinan dalam literatur fiqh disebut dengan dua kata nikah dan zawaj. Kedua kata ini yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan banyak terdapat dalam al-Qur'an maupun hadis Rasulullah Muhammad saw. Sebagai contoh, kata na ka -- ha ) ) dalam al-Qur'an yang berarti kawin.
Dengan demikian, perkawinan adalah akad/perjanjian yang menghalalkan pergaulan, membatasi hak dan kewajiban, serta sikap tolong menolong antara seorang pria dan seorang wanita yang keduanya bukan muhrim. Sehingga terbentuklah fungsi masing-masing pihak sebagai akibat dari adanya ikatan lahir batin, serta terjadi pertalian yang sah antara seorang pria dan seorang wanita dalam waktu yang lama.
Rukun dan Syarat Perkawinan
Rukun adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah satu tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan (ibadah) itu, misalnya membasuh muka dalam wudhu dan takbiratul ihrom dalam sholat. Contoh lain, adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan dalam perkawinan, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan sesuatu (rukun) yang harus ada dalam suatu pekerjaan (ibadah). Oleh karenanya apabila sesuatu (rukun) itu tidak ada, maka tidak sah pekerjaan (ibadah) itu. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan (ibadah) itu, misalnya menutup aurat dalam sholat, beragama Islam bagi calon mempelai laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya.
 Menurut jumhur ulama bahwa rukun adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk terlaksana hakekat, baik yang merupakan bagian maupun di luar itu. Sementara syarat adalah sesuatu yang harus ada, tetapi tidak termasuk bagian hakikat. Mengenai rukun perkawinan terdapat beberapa pendapat sebagai berikut:
a. Menurut Jumhur ulama, bahwa rukun perkawinan ada empat, yakni ijab kabul (shighat), calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan dan wali.
b. Menurut al-Zubaili, bahwa dari sekian rukun nikah yang ada, hanya ada dua rukun perkawinan yang di sepakati ulama Fikih, yaitu ijab dan kabul, sedangkan sisanya hanyalah merupakan syarat perkawinan.