M.Bila tidak tercapai perdamaian, maka sidang dilanjutkan dan dilakukan dalam sidang tertutup;
N.Putusan perceraian dilakukan dalam sidang terbuka dalam arti siapa saja boleh mendengarkan dan putusan. Pengadilan didaftarkan di Kantor Pencatatan oleh Pegawai Pencatat;
O.Panitera pengadilan atau Pejabat Pengadilan berkewajiban selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirim suatu helai putusan perceraian kepada Pegawai Pencatat untuk didaftar;
P.Bila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah tempat berlangsung perkawinan, maka satu helai salinan putusan dikirimkan kepada Pegawai oleh Pegawai Pencatat Nikah dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan;
Q.Bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, salinan putusan disampaikan kepada Pegawai Pencatat di Jakarta. Kelalaian dalam mengirim salinan putusan menjadi tanggung jawab Panitera;
R.Panitera Pengadilan Agama berkewajiban memberikan akta cerai sebagai bukti cerai kepada para pihak selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan. Memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pengertian Kewarisan
Kewarisan dalam hukum keluarga Islam mengacu pada proses pembagian harta benda seseorang setelah meninggal dunia kepada ahli waris yang telah ditetapkan dalam hukum Islam. Konsep kewarisan didasarkan pada prinsip-prinsip yang tercantum dalam Al-Qur'an dan hadis, serta telah diatur secara rinci dalam kitab-kitab fikih. Pembagian kewarisan biasanya didasarkan pada proporsi dari harta peninggalan yang dimiliki oleh almarhum dan hubungan keluarga antara almarhum dengan ahli warisnya. Misalnya, anak laki-laki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada anak perempuan, sedangkan suami mendapatkan bagian yang lebih besar daripada istri. Penting untuk diingat bahwa kewarisan juga dapat diatur melalui wasiat yang dibuat oleh almarhum sebelum meninggal, asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang telah ditetapkan.
Asas Keadilan Dalam Waris
Hukum kewarisan Islam mengandung berbagai asas yang dalam beberapa hal berlaku untuk hukum kewarisan yang lain. Hukum kewarisan Islam mempunyai corak dan karakteristik tersendiri, dan digali dari teks-teks al-Qur'an dan hadis Nabi SAW. Dari lima asas yang berkaitan dengan peralihan harta benda dari pewaris (al-muwarrits) kepada penerima waris (al-warits), yaitu asas ijbari, asas bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang, dan asas semata akibat kematian, maka di sini hanya akan diuraikan asas keadilan berimbang saja.
Kata 'adil' merupakan serapan bahasa Indonesia dari bahasa arab al-'adl. Kata al-'adl ini banyak ditemukan dalam ayat-ayat al-Qur'an, tidak kurang dari 28 kali disebutkan. Dalam kaitan dengan konteks kewarisan, kata adil dapat diartikan sebagai keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Atas dasar pengertian ini, secara mendasar dapat dikatakan bahwa hak bagian warisan antara laki-laki dan perempuan sama kuat dan tidak membedakan status gender. Hal ini terlihat dalam surt al-Nisa': 7, 11, 12 dan 176. Pada ayat-ayat ini secara substansial, mereka semua mendapatkan warisan dari pewaris. Akan tetapi, jika dilihat dari segi jumlah bagian yang diperoleh disaat menerima hak, memang terdapat ketidak-samaan. Ini bukan berarti tidak adil, justru perlu dipahami oleh semua ahli waris bahwa adil dalam pelaksanaannya itu tidak mesti sama dalam mendapatkan bagian hak waris. Keadilan dalam konteks ini dikaitkan dengan tingkat kegunaan dan kebutuhan.