"Iya"
Berarti Cinderella itu....
"Selepas subuh tadi hujan menemuiku
Dia menolak rindu yang kugenggam untuk Cinderella
Berkali-kali kurayu, tetap saja dia tak mau
Lalu dia meninggalkanku yang basah kuyup
Sia-sia tanpa misi terlaksana"
Jackson terkekeh sendiri, "Itu puisi yang baru saja kutulis" dia mengambil kertas puisi yang terselip di antara buku-buku kumpulan puisi yang dibawanya dari rumah. "kamu mau membacanya? Ini untuk edisi minggu depan."
Fai menyambut tanpa bisa menolak, takut tidak sopan dan membuat suasana bertambah kaku.
"Cinderella? Itu hanya karena sepatu kunci pertemuan kami
Belum juga membawa momen itu kembali
Kini, angin sore membawa semua kecewa
Semua rindu tanpa nama
Bersua bersama karbon dioksida yang dilepasnya
Aku sudah cukup bahagia"
Cepat Fai usap air matanya. Dia merasa sangat jahat pada Jackson tanpa alasan.
"Kenyataannya playboy pantang mundur Universal se-menye ini dalam urusan cinta, haha" ucap Jackson. Dia menertawakan dirinya sendiri. Selama ini dia digilai perempuan, namun dia lemah untuk menanyakan nama gadis yang ditabraknya di alun-alun Malang -- persis di tempat ini- setahun lalu. Puisi Bara dan Sepatu Cinderella yang ia tulis sangat menggambarkan kisah petemuan mereka.
Fai melirik jam digital di pergelangan tangannya, hari sudah beranjak perlahan menemui malam.
"Pulanglah, sudah petang
Bahkan sebuah kapal akan segera menemui muara
Mengapa asa harus terhenti begitu saja?"
Seutas senyum tercetak di bibir Jackson. Puisi Fai bagus juga.
"Ah, bisakah aku meminta agar sore ini
Menjadi panjang?
Baru sekejap kurasa lapang
Aku kalah cepat lagi dengan hari"
Mereka berdua meninggalkan bangku itu. Pulang, menemui muara segala rasa dan penat; rumah.
_____
Pagi buta, ada seseorang yang membunyikan bel rumah. Jika hanya sekali, Jackson tidak akan menghiraukan dan menganggap itu hanya ulah oang iseng atau orang gila. Tak tanggung-tanggung, bel rumahnya berbunyi tiga kali. Kedua orang tuanya sedang ke luar kota, asisten rumah tangganya pulang kampung.
Dengan setengah mengantuk, Jackson membuka pintu. Pemuda itu mengucek matanya, mencoba menjernihkan pandangannya. Di depan pintu tergeletak sebuah kotak berwarna abu-abu. Dia mencari siapa pelaku keributan di pagi hari yang kemungkinan besar juga pemilik kotak misterius di hadapannya.