Kang Asep terkejut mendengar penjelasan tersebut. "Jadi, maksud Kang Bahrul, keris dan ritual itu yang membuat portal gaib terbuka dan mengundang banyak pocong berkeliaran di pemakaman?"
Kang Bahrul mengangguk. "Benar, Asep. Portal itu menarik makhluk-makhluk halus yang merasa terganggu atau tertarik oleh energi magis dari kerismu. Kita harus menutup portal itu secepat mungkin agar tidak semakin banyak makhluk halus yang berkeliaran."
"Bagaimana cara menutup portal itu, Kang Bahrul?" tanya Kang Asep.
"Ritualnya sama seperti kamu membuka portalnya malam itu, namun di akhir ritual kamu harus memandikan kerismu dengan kembang tujuh rupa dan darah ayam cemani," ucap Kang Bahrul.
"Baiklah, Kang, saya akan mencari syaratnya dulu, seperti kembang dan ayam cemaninya. Tapi, apakah ayam cemani bisa diganti dengan ayam yang lain, Kang Bahrul?" ujar Kang Asep.
"Tidak bisa, Sep, itu syarat mutlak," tegas Kang Bahrul.
"Baiklah, Kang, saya berusaha mencarinya, soalnya ayam cemani lumayan mahal dan langka," seru Kang Asep.
"Kalau tidak salah, Pak Dulloh punya ayam cemani beberapa ekor. Coba kamu ke sana dan tawar ayamnya, Sep," saran Kang Bahrul.
"Baiklah, kalau begitu saya segera menuju ke rumah Pak Dulloh agar tidak kesorean, Kang," ucap Kang Asep dengan semangat menuju rumah Pak Dulloh.
Dengan pemahaman baru tersebut, Kang Asep merasa bertanggung jawab untuk segera menyelesaikan masalah ini. Ia berterima kasih kepada Kang Bahrul dan berjanji akan melakukan segala cara untuk menutup portal gaib itu.
Sesampainya Kang Asep di rumah Pak Dulloh.