mengakui adanya kekuasaan Tuhan untuk menciptakan sesuatu menurut kehendak-Nya dan
kekuasan-Nya karena hal itu membawa kepada ketidaksempurnaan termasuk melimpahnya
yang banyak dari diri-Nya secara sekaligus, dan tidak terjadi dalam waktu (Nasution, 1999).
Selain pendapat filosuf tersebut, Syekh Muhammad Abduh (1849-1905 M)
berpendapat bahwa terjadinya makhluk yang pluralitas yang dapat disaksikan oleh mata
kepala terletak pada kebebasan Tuhan berbuat. Menurut Abduh bahwa Tuhan berbuat
dengan kemauan bebas, tidak satupun di antara perbuatan-perbuatan dan kehendakkehendak-Nya dengan segala aktivitasnya menciptakan makhluk-makhluk-Nya yang timbul
karena adanya sebab atau karena adanya suatu tekanan (Abduh, 1992). Hal ini sesuai dengan
QS al-Mu'minun/23:Inilah yang dimaksudkan bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan tidak bergantung kepada
sesuatu sebab, ia sunyi dari sifat main-main hal itu sangat mustahil, bahwa segala perbuatan
Tuhan itu sunyi dari hikmah, sekalipun hikmahnya itu tersembunyi dari tanggapan pikiran