Mohon tunggu...
Fauzi FI
Fauzi FI Mohon Tunggu... Pengacara - UNMA Banten

Kawal Keadilan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Oleh Badan Peradilan Khusus Dalam Kerangka Peraturan Perundang-Undangan

11 Juli 2022   12:55 Diperbarui: 11 Juli 2022   12:58 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 

Berdasarkan tinjauan yuridis normatif tersebut di atas bahwa kelembagaan Bawaslu sebagai sebuah lembaga yang mampu memutus perkara dan menjadi miniatur lembaga quasi judicial. Lebih jauh tambahan kewenangan ini sangat di mungkin secara hukum seiring di lakukakan penemuan hukum untuk diberikan tambahan kewenangan sebagaimana ketentuan pasal 157 ayat 1 dan 2 UU 10 tahun 2016 sepanjang belum terbentuk peradilan khsusus pemilihan pada pemilu dan pemeilihan serentak nasional 2024.

 

Tentang konsep serta gagasan peradilan khsusus perselisihan hasil pemilihan (PHP). bisa mungkinkan Bawaslu untuk bertransformasi menjadi pengadilan pemilu (election court). Sebagaimana di beberapa negara di antaranaya meksiko menerapkan tren menjadikan Bawaslu sebagai lembaga yang menangani sengketa untuk menyelesaikan sengketa pemilihan dapat pula menjadi celah hukum untuk menjadikan Bawaslu sebagai lembaga pertama yang dapat menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pilkada. Ketentuan ini dikarenakan sengketa hasil pilkada dalam praktiknya hanya dapat disidangkan manakala memenuhi syarat selisih suara bersadarkan sebaran jumlah penduduk dalam ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada Syarat lainnya yang harus terpenuhi juga adalah soal selisih suara. UU Pilkada telah mengatur patokan selisih suara yang bisa mengajukan gugatan. Untuk provinsi yang jumlah penduduknya dibawah 2 juta, syarat selisih suara adalah 2 persen. Untuk provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta sampai 6 juta, selisih suara 1,5 persen dan 6 juta sampai 12 juta selisihnya 1 persen serta diatas 12 juta selisihnya 0,5 persen. Maka terhadap kabupaten atau kota, di dasarkan sama dengan sebaran jumlah penduduk dibawah 150 ribu selisih suara adalah 2 persen, 150 ribu sampai 250 ribu 1,5 persen, 250 ribu sampai 500 ribu 1 persen dan diatas 500 ribu selisihnya 0,5 persen. Selisih suara di luar ketentuan tersebut tentu tidak masuk dalam perselisihan hasil.

 

ketentuan undang-undang ini menjadi ketentuan syarat materil. Bahwa Bawaslu dapat segera menindak adanya kesalahan administratif atas penjumlahan atas selisih yang didalilkan, karena Bawaslu secara kelembagaan memiliki petugas-petugas berjenjang yang secara langsung ada pada tiap Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dan ada pada tiap tahap penghitungan suara. secara hukum harus tetap ada forum untuk melakukan banding ke pengadilan. Bahwa melihat metode untuk menjadikan Bawaslu sebagai lembaga tahap pertama untuk menyeleksi sengketa hasil pilkada dapat dikombinasikan dengan banding selanjutnya ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN). Sehingga para pasangan calon yang tidak puas atas keputusan Bawaslu dapat mengajukan permohonan ke PT-TUN sebagai forum (ultimum remedium) upaya terakhir untuk menangani sengketa hasil penghitungan suara pilkada.

 

Dalam lingkup peradilan lembaga Mahkamah Agung merupakan badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 24A ayat 1 Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang di berikan oleh undang-undang. Jadi yang menjadi user terhadap pelaksanakan kekuasaan kehakiman ada pada Mahkamah Agung yang membawahi salah satunya Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN) Sebagaimana juga di tegaskan UU No. 48 Tahun 2009 dalam Pasal 20 bahwa lembaga yang menjadi kewenangan di bawah Mahkamah Agung mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.

 

Selanjutnya dalam UU No. 48 Tahun 2009  Pasal 23 Putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan. dengan demikian seluruh aspek formil maupun materil terhadap proses penegakan hukum dalam menegakan keadilan di dasarkan sebagaimana ketentuan hierarki istilah dalam ilmu perundang-undangan. Maka dalam kedudukannya kemudian bawaslu sebagai lembaga qwasi peradilan yang menyelenggarakan bagian dari kekuasaan kehakiman pada perselisihan hasil pemilihan (PHP) dalam bidang penegakan hukum pemilu.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun