Mohon tunggu...
Fauzi FI
Fauzi FI Mohon Tunggu... Pengacara - UNMA Banten

Kawal Keadilan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Oleh Badan Peradilan Khusus Dalam Kerangka Peraturan Perundang-Undangan

11 Juli 2022   12:55 Diperbarui: 11 Juli 2022   12:58 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 

Pengadilan khusus telah didefinisikan dalam Pasal 1 angka 8 UU Nomor 48 Tahun 2009 “Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang.” Adapun, bagi hakim-hakim yang akan memutus perkara Pilkada, dapat pula ditunjuk hakim ad hoc yakni hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur sebagaimana dalam Pasal 24B ayat (1) UUD Tahun 1945 komisi yudisial melakukan tugasnya serta kewenangan melakukan seleksi atas hakim ad hoc, dalam Pasal 13 huruf a UU No. 18 Tahun 2011 mengatur kewenangan Komisi Yudisial (KY) mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung (MA).

 

Hal ini akan menciptakan efisiensi, dimana dimasa depan, Pilkada hanya dilaksanakan lima tahun sekali dalam konsep Pilkada Serentak Nasional. Sehingga keberadaan pengadilan khusus menangani perselisihan hasil pemilihan (PHP) dalam pilkada tidak selalu bersidang sepanjang tahun, melainkan hanya pada waktu-waktu tertentu saja sebagaimana di dasarkan terhadap tahapan dan jadwal pemilu dan pemilihan. di mana  Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 472 UU No. 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus sengketa proses pemilu yakni manakala terdapat partai politik atau calon peserta pemilu yang tidak lolos verifikasi KPU, penetapan pasangan calon dan pencoretan daftar calon tetap.[22] Hakim khusus dalam Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu terdiri dari hakim khusus yang merupakan hakim karir yang di lingkungan pengadilan tata usaha negara. Hakim tersebut adalah hakim yang telah melaksanakan tugasnya sebagai hakim minimal tiga tahun dalam masa kerjanya dan memiliki pengetahuan di bidang kepemiluan. 

 

Secara khusus Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan mengenai pemilihan Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu melalui PERMA No. 4 Tahun 2017 Tentang Hakim Khusus dalam Sengketa Proses Pemilihan Umum di Pengadilan Tata Usaha Negara. Selain itu untuk melengkapi proses penyelesaian sengketa pada pengadilan dibawah Mahkamah Agung, diterbitkan pula PERMA No. 4 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum di Mahkamah Agung (MA) dan PERMA No. 5 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Pengadilan Tata Usaha Negara.

 

Kelembagaan peradilan ksusus di bawah Mahkamah Agung karena perangkat hukum yang sudah cukup mumpuni yang dimiliki oleh Mahkamah Agung terkait Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu memiliki peluang untuk diberikan tambahan kewenangan untuk menangani sengketa hasil pilkada. adanya kepastian hukum bahwa perselisihan hasil pilkada terlebih dahulu harus ditentukan oleh masuk tidaknya ambang batas selisih suara sebagaimana presentase yang masuk di Mahkamah Konstitusi (MK) pada pilkada serentak tahun 2015, tahun 2017, dan tahun 2020. Sehingga Membuat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat menyaring pekara-perkara yang dapat disidangkan lebih lanjut. diberikannya kewenangan atau adanya pengadilan khusus Pilkada pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara akan memberikan peluang adanya upaya banding.

 

Namun apabila diteliti dari beberapa kasus permohonan persidangan pada Peradilan Tata Usaha Negara, maka sejak adanya Pilkada Serentak dan adanya pengaturan ambang batas yang sangat ketat, maka jumlah permohonan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN) boleh jadi tidak akan terlalu banyak, akan semakin terjaring dan semakin sedikit lagi perkara yang akan banding upaya luar biasa ke Mahkamah Agung. Atau kita menyebutnya kemudian jadi Mahkamah Kalkulator (hanya pada abang batas presentase suara), karena sejak masuk sudah pembatasan pada presentase jumlah suara tersebut.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun