Mohon tunggu...
evi wiwid
evi wiwid Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi liburan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Perkawinan Beda Agama di Indonesia

27 Mei 2024   09:02 Diperbarui: 3 Juni 2024   07:19 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Jika istri benci kepada suami maka istri akan menuntut perceraian dan sebaliknya suami benci kepada istri maka suami akan menjatuhkan talak, bukan menempuh jalan pembatalan perkawinan karena lembaga tersebut memang tidak ada dalam hukum islam.

Dalam hal ini penulis mengutip isi Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), pada pasal 40 disebutkan: "Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu, salah satunya seorang wanita yang tidak beragama Islam". Dalam hal ini pernikahan dapat dibatalkan jika tidak ada kesepakatan diantara kedua belah pihak. Karena rumitnya birokrasi di Indonesia, untuk melegalkan pernikahan pasangan beda agama biasanya tunduk sementara pada salah satu hukum agama, yaitu salah satu pihak harus pindah agama. Berdasarkan hasil penelitian penulis mengenai akibat hukum penetapan perkawinan beda agama oleh pengadilan dalam persfektif Fiqih Islam dan Undang-Undang Perkawinan bahwa dalam Undang- Undang Perkawinan ada beberapa alasan-alasan yang dapat diajukan untuk pembatalan perkawinan yang dimuat dalam Pasal 26 dan Pasal 27 yaitu:

Perkawinan yang dilangsungkan dihadapan pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang.

Wali nikah yang melakukan perkawinan itu tidak sah.

Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 orang saksi.

Perkawinan dilakukan dibawah ancaman yang melanggar hukum.

Menurut pembahasan,maka penulis menyatakanbahwa Pembahasan mengenai Keabsahan Perkawinan Antar Orang Berbeda Agama Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Implikasi Hukumnya terhadap Penetapan Pengadilan tentang Perkawinan Beda Agama, Perkawinan beda agama jelas tidak sah atau tidak boleh dilakukan menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan karena sudah dijelaskan bahwa sahnya perkawinan harus dilaksakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Berarti perkawinan hanya dapat dilangsungkan apabila para pihak (calon suami dan istri) menganut agama yang sama. Begitu juga pendapat dari berbagai agama bahwa tidak dibolehkan perkawinan beda agama. Sehingga melangsungkan perkawinan beda agama sama saja melanggar peraturan undang-undang nasional dan hukum Islam. Implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan tentang perkawinan beda agama ini secara legal dinyatakan sah karena adanya Pasal 35 a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang memperbolehkan adanya perkawinan berdasarkan dari penetapan pengadilan yang menjelaskan bahwa perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan itu adalah perkawinan beda agama.

Ketentuan tersebut merupakan ketentuan yangmmbrikn kmungkinn dittknny prkwinn yng trjdi ntr du rng yng brbd gm stlh dny pntpn pngdiln tntng hl trsbut. Tetapi, menurut Undang-Undang yang berlaku perkawinan beda agama tetap tidak sah karena tidak sesuai dengan ketentuan. Pandangan agama, Kompilasi Hukum Islam, dan MUI bahwa perkawinan beda agama akan berimplikasi terhadap hubungan anak terhadap orang tuanya, yakni anak hanya memiliki hubungan dengan ibu sedangkan segala hak anak yang dimiliki oleh sang bapak akan hilang dan tidak diakui oleh hukum

Rencana Skripsi dan Argumen

Rencana Skripsi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun