Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kambing Curian

5 November 2022   21:22 Diperbarui: 6 November 2022   21:30 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kambing siapa?"

"Bapaknya."

"O syukurlah. Suamimu mulai maju usahanya. Mana daun pisangnya?"

"Di luar."

"Ini uangnya."

"Terima kasih, Mbok."

Ibunya Misin berlalu setelah menerima uang itu. Ia lewati jalan yang tidak biasa untuk kembali ke pondoknya. Beberapa saat kemudian, Wasir tiba di rumah mbok Yum, kakak tertuanya.

Wasir hendak mampir setelah satu tahun lebih tidak mengunjungi kakak tertuanya ini yang seorang janda. Walau kediaman mereka hanya di belah sungai, tapi rasanya jarak yang ditempuh sangat jauh.

Sebab tidak ada jembatan penyebrangan, dan bila hendak ke rumah kakaknya ini mesti putar jalan darat yang lumayan melelahkan.

"Tumben, mampir ke sini?"

"Iya mbak, maaf."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun