Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kambing Curian

5 November 2022   21:22 Diperbarui: 6 November 2022   21:30 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku tidak mencuri. Kambing itu ditelantarkan."

"Itu bukan ditelantarkan, Pak. Mereka dibiarkan mencari makan di padang rumput."

"Tapi tidak ada orang. Saya kasihan pada kambing kecil itu."

"Pemiliknya pasti mencari dan lapor polisi."

"Sudah setahun, tidak ada satu orang pun yang datang mencari. Ini jadi kambing kita."

"Itu kambing curian. Bukan punya kita."

Ibunya Misin pergi menjauh menuju tetangga terdekatnya yang berjarak 50 meter. Perbincangan itu dihentikan, dan tidak lagi punya arti.

Suaminya punya pikiran semrawut soal kambing. Baru anak kambing yang merumput tanpa dijaga sudah diakui sebagai miliknya, bagaimana jika sapi atau kerbau.

 Ia juga tidak tahu kepada siapa mau mengadu. Jika ke kantor kepala desa, maka suaminya bakal punya urusan. Maka dibiarkan saja begitu. Lebih baik keadaannya, dan tiada yang mengganggu.

"Aku tadi lihat Misin di pematang sawah sana,"kata mbok Yum, tetangga terdekat yang dikunjungi ibunya Misin.

"Iya, dia sedang menjaga kambing."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun