"Kambing siapa?"
"Bapaknya."
"O syukurlah. Suamimu mulai maju usahanya. Mana daun pisangnya?"
"Di luar."
"Ini uangnya."
"Terima kasih, Mbok."
Ibunya Misin berlalu setelah menerima uang itu. Ia lewati jalan yang tidak biasa untuk kembali ke pondoknya. Beberapa saat kemudian, Wasir tiba di rumah mbok Yum, kakak tertuanya.
Wasir hendak mampir setelah satu tahun lebih tidak mengunjungi kakak tertuanya ini yang seorang janda. Walau kediaman mereka hanya di belah sungai, tapi rasanya jarak yang ditempuh sangat jauh.
Sebab tidak ada jembatan penyebrangan, dan bila hendak ke rumah kakaknya ini mesti putar jalan darat yang lumayan melelahkan.
"Tumben, mampir ke sini?"
"Iya mbak, maaf."