"Siapa namanya?" tanya Mamat.
"Joni Picek!"
***
Tiga hari usai pesta itu, Mamat sendiri membuntuti Joni Picek ke manapun ia pergi. Ia selalu dikawal oleh tiga anak buahnya.
Di suatu malam, dan di tempat dugem yang temaram, hanya cahaya laser yang menyorot ke semua sudut ruang, Â Mamat datangi Joni yang tengah gedek-gedek kepalanya di dekat dua wanita malam di kanan kirinya. Di sekitarnya tiga anak buah Joni yang siaga, seperti di film-film buatan Bollywood.
Mamat membisikkan sesuatu pada salah satu anak buahnya Joni agar ia bisa mendekat, yang seketika itu juga disetujui. Bukan apa-apa seketika disetujui, sebab anak buah Joni ini juga adalah anak buah Mamat didikan si Gundul dulu.
Mamat kemudian santun mengucapkan salam padanya. Joni diam tidak membalas. Ia perhatikan lekat wajah Mamat yang ia merasa mengenalinya.
"Aku seperti mengenal Anda. Kalau betul itu, Â Anda pasti Mamat yang suka pakai songkok hitam saat kecil dulu."
"Dan, kau Joni yang pernah aku pukul hingga kabur terbirit-birit."
Joni terbahak mendengarnya. Mereka tampak akrab kemudian. Joni mengira Mamat ingin bergabung dengan organisasinya. Sebab nama Mamat sempat didengarnya sebagai bajingan juga.Â
Namun meleset, di tengah perbincangan Mamat justru menyinggung soal peristiwa perampokan bersenjata api dulu. Joni tersentak. Kasus itu sudah ia lupakan. Tapi akhirnya ia mau tidak mau mengisahkan peristiwa tersebut supaya Mamat bisa segan padanya. Atau bahkan takut.