Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Peci Hitam

26 Januari 2021   10:54 Diperbarui: 26 Januari 2021   12:00 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ampun, Bang. Ampun!"

Mulai dari situ keduanya patuh, dan siaga pada mamat. Keduanya kian akrab, dan memanggil Mamat, dengan julukan "Mat Peci".

Mereka mulai pilih-pilih sasaran, dan target kejahatannya. Tidak sembarang, dan acak, meski masih tinggal di selasar pasar tersebut. Namun operasinya menjadi teratur dan terarah. 

Tidak hanya di pasar, dan terminal saja. Mamat, dan keduanya menganeksasi wilayah hingga ke tempat-tempat yang selama ini menjadi wilayah operasi  yang diduduki penjahat lainnya. Para penjahat dan preman lainnya itu sebagian menyerah, sebagian lain bersinergi.

Yang sinergi ini, rata-rata menyerahkan separuh jatah hasil parkir liar padanya, entah dari parkir di swalayan, di jalan depan pengadilan, atau depan kantor swasta maupun pemerintah, juga di trotoar yang sudah lebar, dan lahan lain yang sekiranya bisa jadi parkir kendaraan, baik motor maupun mobil.  Plus lahan kosong yang statusnya sedang sengketa.

***

Karena namanya sudah tenar, maka ia sekali waktu diundang untuk hadir pada suatu pesta dadakan seorang tokoh organisasi. Di situ ia bisa berinteraksi langsung dengan orang-orang dari beragam latar belakang.

"Bangsat ini jadi kaya gara-gara merampok emas tiga kilo dulu. Baru tahun kemarin hasil kejahatannya itu dijual. Pantesan mewah pesta ini," kata seorang yang tidak dikenal di sampingnya membuka perbincangan pada Mamat.

"Maksudnya?" tanya Mamat menimpali seakan tidak percaya.

"Emas itu ditimbun entah di mana. Diburu kepolisian juga lolos. Anak buahnya tiga orang sudah mati lima hari setelah peristiwa perampokan di pasar itu. Dulu sekali. Hingga dilupakan orang"

Mamat bergidik mendengarnya. Detail peristiwa itu masih ia ingat. Peristiwa dulu masih mengendap dalam pikirannya. Orang yang ia tidak kenal terus saja mengisahkan hingga rinci, dan membuat Mamat menjadi yakin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun