Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Peci Hitam

26 Januari 2021   10:54 Diperbarui: 26 Januari 2021   12:00 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Neneng kecil setuju, lalu dibelikan, dan kemudian diserahkan peci itu pada Mamat.

Kata Neneng, "jangan lupa selalu dipakai pecinya ya."

***

Sejak itu peci hitam seakan menjadi barang keramat bagi Mamat. Bahkan menginjak remaja pun peci itu masih dikenakannya, meski dengan sedikit modifikasi. Sebab ukuran kepala Mamat sudah tidak kecil lagi. 

Namun sangat disayangkan, Neneng sudah tidak menjadi tetangganya lagi. Begitu pula Joni. Mereka pindah keluar kota mengikuti dinas orang tuanya.

Di saat remaja ini, setingkat sekolah menengah atas, Mamat aktif mengikuti kegiatan bela diri silat. Ia sangat menguasai akhirnya. Bagi orang tua, dan adiknya, Mamat sudah dianggap sebagai perisai hidup yang ringan tangan, dan siap membantu kapanpun dibutuhkan. Begitu juga dengan lingkungan tempatnya bermukim.

Namun naas bagi Mamat, 15 tahun kemudian, orang tua, dan adiknya yang perempuan itu meninggal dunia akibat terkena peluru nyasar peristiwa perampokan di toko emas di dekat pasar. 

Mamat yang periang kemudian menjadi pendiam setelah peristiwa itu. Ia ikuti kabar dari media massa, juga perburuan pihak kepolisian terhadap pelaku, namun takkunjung ada penyelesaian. Para perampok yang diberitakan menggasak tiga kilogram emas dari toko perhiasan seperti lenyap ditelan bumi.

Mamat sendiri sekarang. Ia dihantui rasa bersalah karena dianggap tidak bisa melindungi keluarganya. Ia tinggalkan rumah orang tuanya untuk kemudian berkelana, tanpa tujuan.

Ia tinggal di emperan pasar, di terminal, kadang-kadang di surau yang ditemui. Pecinya sudah mengalami perubahan warna. Tidak lagi hitam mengkilat, tapi lecek, dan kusam. Tapi ia tetap kenakan, sebab ingatannya tentang Neneng masih ia simpan.

Mamat, entah apa yang ada dipikirannya. Ia tetap menjadi pribadi yang tenang, namun sangar kemudian. Bila diusik sedikit tangannya melayang. Entah di pasar, di terminal, di taman, atau di mana pun ada yang usil, dan nekad berbuat jahat padanya ia habisi seketika hingga babak bonyok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun