Namanya mulai dikenal setelah seorang nenek di pasar telah dijambret kalungnya. Cepat sekali selintas bergerak seperti bayangan, oleh seorang anak muda. Anak muda gondrong ini kemudian menyerahkan kalung itu pada seorang tinggi besar, bertato, dan gundul di sudut lapak kosong di lantai dua pasar. Ia buntuti mereka.
Di lantai dua itu ia langsung saja meminta agar kalung itu dikembalikan pada nenek tersebut. Bukannya menuruti, si gundul malah mencoba menghantam Mamat dengan sebatang besi yang dipegangnya.
Mamat berkelit, dan membalas dengan dua kali pukul hingga si Gundul terjerembab. Namun ia bangun lagi. Si Gundul mengeluarkan pisau belati dari balik bajunya. Ia menghunus, tapi Mamat tetap tenang. Mamat menunggu serangan.
Si Gundul menyerang dengan tikaman membabi buta. Mamat cepat lompat sana lompat sini menghindar, seraya menunggu kesempatan Gundul lengah.
Di satu kesempatan Mamat menyergapnya, ia lalu piting si Gundul, dan membantingnya. Pisau itu lepas. Mamat dengan kedua kepalan tangannya kemudian mondar mandir di wajah si Gundul sampai semaput, dan pingsan. Sementara si anak muda tadi cuma melongo saja melihat si Gundul takberdaya.
"Kamu kembalikan kalung ini pada nenek itu sekarang. Setelah itu kembali lagi ke sini. Coba-coba lari, saya bunuh kamu nanti,"tegas Mamat pada si anak muda itu tanpa syarat.
Ia pun gegas. Untungnya nenek itu masih dikerumuni orang-orang di pasar. Ia serahkan kemudian kalung itu dengan segala macam alasan. Kerumunan itu pun bubar tanpa syak wasangka. Nenek juga sudah tenang kembali.
Setengah jam kemudian si Gundul siuman. Siuman oleh bau pesing dari air seni Mamat yang dipindahkan ke dalam botol minuman arak yang dipunyai si Gundul. Anak muda itu yang diminta Mamat untuk mengguyurnya.
Baru siuman ia murka oleh bau itu sembari hendak bangkit, dan berdiri.
"Bangsat! Siapa yang berani mengguyur air kencing ini ke muka saya, "katanya seolah baru bangun dari mimpi.
Mamat langsung menendang keras wajah si Gundul yang akhirnya sadar seratus persen.