Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Peci Hitam

26 Januari 2021   10:54 Diperbarui: 26 Januari 2021   12:00 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya mulai dikenal setelah seorang nenek di pasar telah dijambret kalungnya. Cepat sekali selintas bergerak seperti bayangan, oleh seorang anak muda. Anak muda gondrong ini kemudian menyerahkan kalung itu pada seorang tinggi besar, bertato, dan gundul di sudut lapak kosong di lantai dua pasar. Ia buntuti mereka.

Di lantai dua itu ia langsung saja meminta agar kalung itu dikembalikan pada nenek tersebut. Bukannya menuruti, si gundul malah mencoba menghantam Mamat dengan sebatang besi yang dipegangnya.

Mamat berkelit, dan membalas dengan dua kali pukul hingga si Gundul terjerembab. Namun ia bangun lagi. Si Gundul mengeluarkan pisau belati dari balik bajunya. Ia menghunus, tapi Mamat tetap tenang. Mamat menunggu serangan.

Si Gundul menyerang dengan tikaman membabi buta. Mamat cepat lompat sana lompat sini menghindar, seraya menunggu kesempatan Gundul lengah.

Di satu kesempatan Mamat menyergapnya, ia lalu piting si Gundul, dan membantingnya. Pisau itu lepas. Mamat dengan kedua kepalan tangannya kemudian mondar mandir di wajah si Gundul sampai semaput, dan pingsan. Sementara si anak muda tadi cuma melongo saja melihat si Gundul takberdaya.

"Kamu kembalikan kalung ini pada nenek itu sekarang. Setelah itu kembali lagi ke sini. Coba-coba lari, saya bunuh kamu nanti,"tegas Mamat pada si anak muda itu tanpa syarat.

Ia pun gegas. Untungnya nenek itu masih dikerumuni orang-orang di pasar. Ia serahkan kemudian kalung itu dengan segala macam alasan. Kerumunan itu pun bubar tanpa syak wasangka. Nenek juga sudah tenang kembali.

Setengah jam kemudian si Gundul siuman. Siuman oleh bau pesing dari air seni Mamat yang dipindahkan ke dalam botol minuman arak yang dipunyai si Gundul. Anak muda itu yang diminta Mamat untuk mengguyurnya.

Baru siuman ia murka oleh bau itu sembari hendak bangkit, dan berdiri.

"Bangsat! Siapa yang berani mengguyur air kencing ini ke muka saya, "katanya seolah baru bangun dari mimpi.

Mamat langsung menendang keras wajah si Gundul yang akhirnya sadar seratus persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun