"Mau bagaimana lagi, Bun?" sahut Mama Ica yang mulai tak bisa menahan rasa sedihnya, "Ica yang mau, karena dia tak ingin saya kewalahan jika memaksanya sekolah di swasta!" lanjutnya menjelaskan.
Ica menggenggam tangan kiri sang mama, dan tersenyum untuk menguatkan.
"Aaargh, menyedihkan banget ya? Saya barusan mendengar kabar, seluruh anak dengan nilai paling rendah di kelas, sudah aman, karena sudah mendaftar ulang di sekolah negeri. Saya tidak menemukan nama Ica di antara nama-nama yang sedang daftar ulang itu. Makanya saya telpon, Ma!" kata Bunda Andra menjelaskan.
"Iya, Bun. Kami di area zonasi prioritas tiga!" sahut Mama Ica kemudian.
"Sekarang untuk dapat sekolah negeri, nggak perlu pintar, berprestasi dan berbakat, Ma! Yang penting lokasi rumah dekat sekolahan dan umurnya tua, pasti diterima!" ujar Bunda Andra dengan suara getir.
"Andra dapet di mana, Bun?" tanya Mama Ica saat tersadar belum menanyakan tentang Andra.
"Andra kan memang tidak melanjutkan ke es em pe, Ma. Dia masuk ke pesantren aja, Ma!" sahut Bunda Andra gamblang, "doain Andra betah di sana ya, Ma!" katanya meminta dukungan doa.
"InsyaAllah kami doakan ya, Bun. Semoga Andra betah, sehat trus dan keluar dari pesantren makin soleh dan membawa ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan juga lingkungan sekitarnya...," kata Mama Ica mendoakan.
"Aamin ya robal alamin!" ujar mereka mengaminkan berbarengan.
"Ica, kamu juga semangat, ya! Di manapun nanti kamu sekolah, kamu harus tetap semangat, hari-hati selalu ya, Nak! Jaga diri dalam pergaulanmu, Nak! Semoga kamu menjadi anak sukses di dunia maupun di akherat, yang mengangkat derajat ibumu!" kata Bunda Andra mendoakan.
"Aamin ya robal alamin." kata mereka semua kembali mengaminkan.