Bukankah makan, bercumbu hingga berkelahi atau membunuh merupakan tabiat manusia yang sama dengan binatang?
Dalam pemikiran modern, ada sekawanan binatang memasuki relung-relung jiwa ketika kita lengah sedikitpun. Binatang buas dilepaskan dalam diri kita setelah kita terbangun dari mimpi buruk, yang tidak ada lagi tatapan ke binatang-binatang yang mengagumkan penampilannya bagi khayalan.
Hal-hal yang esensial bercampur-aduk dan saling memisahkan dirinya ketika kita kembali kepada rahasia takdir.
Nah, memang penulisan subversif atas tubuhnya sendiri. Satu-satunya inti pengingkaran tubuh adalah hasrat ekonomi dalam taraf pembacaan.
Di sinilah, satu hal yang perlu diperhitungkan menyangkut keindahan dan pengetahuan tidak lain adalah ketidakpuasannya pada kondisi apapun, oleh karena seni erotis membekalinya untuk senantiasa berpikir kejam, sekalipun dia tidak menghembus-hembuskan keindahan dibentuk oleh musik, seni rupa dan citra tubuh secara luas dari sesuatu dianggap abstrak kembali terasa pahit dan cekung.
Dari pelajaran tentang khayalan, maka ketidakpuasan pikiran manusia itulah menandakan kekuatan-kekuatan ”demonik” menghilang dan muncul kembali dari Descartes sampai Popper. Ingar-bingar pikiran tidak berhenti sampai di teks atau manuskrip setelah ”bulan madu” memulai titik permulaan ’Zaman Hasrat’.
Dari sini, dimulailah tulisan di layar, di era medsos atau era Artificial Intelligence. Semuanya mengalir dari hubungan timbal balik; ia saling mengisi dan saling menopang. Alirang tulisan dan aliran hasrat, aliran modal dan aliran darah saling terjalin kelindang. Dalam hasrat, ia selalu berhadapan dengan sintesa, bukan analisis, karena analisis lebih meyakinkan pembujukan pikiran dan sintesis lebih bercorak fenomena nafsu dan tubuh.
Kini, melihat suatu gairah tubuh yang fantastis dan rapuh. Berdasarkan hirarki ujaran dan sedikit dusta di hadapan tanda sebagai prasyarat dari suatu ’tubuh yang direnungkan’. Berlainan dengan proses perkembangan nafsu di bawah permukaan citra tubuh, ketika tubuh libidinal terlucuti sebagian tubuh, tidak terlacak penyebabnya (meskipun penyakit mental disentuh dengan terapi medis).
Pada umumnya, berdasarkan perkembangan fenomena nafsu, ruang-ruang benda dan mimpi mendapat ditangkap oleh indera sensorik dan didukung oleh taraf pembacaan.
Sementara itu, sensasi paling dalam sedapat mungkin mengimbangi benda-benda. Kesatuan paradoks, maka stimulasi pikiran kritis atas sisi birahi gelap secara spontan meledak ”ke dalam,” ia menggelar ”tanda kontemplasi dini” atas bisikan yang mengitarinya dari seluruh penjuru. Terkuaknya ruang pengetahuan adalah sebagian dari bentuk-bentuk permukaan dari luapan tubuh.
Tetapi, kemaujudannya tidak memahami apa yang terjadi pada sesuatu melalui pikiran dan sensibilitas perasaan berarti pembutaan sistemik. Pada dasarnya obyek menurut indera kita tidak mungkin dijadikan dasar penetapan tindakan sewenang-wenang kepada aliran hasrat antara celah dan tingkat kevalidan sehingga citra dengan salinan yang teracak. Sementara, obyek yang luas menandakan daya yang sangat memadai untuk ditafsirkan sebagai makhluk rasional atas alam empiris, tanpa tiruan dan tanpa permainan.