Sebelum saya mulai utak-atik catatan ini, mungkin ada baiknya saya mengutip satu atau dua pertanyaan saja dari teman. ”Kak, kapan tulisannya dicetak jadi buku?” ”Tulisan kakak punya tingkat kesulitan yang tinggi?” ”Sulit sekali dipahami, begitu gumanku.” Kita membayangkan seseorang yang sedang mengalami kerasukan roh halus, maka yang pertama kali terlintas dalam pikiran, yaitu ada kekuatan jahat merasukinya.
Kita mulai dari titik ini. Saya mengingat kembali tulisan Nietzche tentang melampaui 'baik' dan 'jahat'.
Di luar tulisan, pengalaman dan cita rasa bukanlah asal-usul sebuah panandaan, melainkan tanda ratapan ringan di balik kesenangan. Lebih dari itu, dunia tanda tidak lain adalah perbedaan.
Hasrat untuk mengetahui dan hasrat untuk bermain, berbicara, mencatat, dan meratakan jejak-jejak, lalu membuat jejak-jejak yang lain. Hal-hal yang dianggap masuk akal dari obyek-obyek atau citra-citra sebagai cara untuk melihat rangkaian perbedaan tanda.
Kemudian, tanda berupa tanda hasrat dan tanda ekspresif melalui tubuh diboboti dengan permulaan untuk menahan godaan, yang diarahkan pada saat lengang.
Kegemaran pada tanda sedang mengintai di setiap saat. Pada satu titik celah, seseorang yang berada di ruang gelap tidak menanti seberkas cahaya. Yang ’tergoda’ tertawa karena cahaya, ada karena disandingkan dengan kegelapan.
Dalam ruang tertentu, seseorang akan dikelilingi dengan garis, warna, dan bentuk tertentu di atas permukaan benda-benda dimana kita akan hasrat untuk pengetahuan dilahirkan. Muncul dari kegemaran atas teks melalui tubuh saat kita belum berada di tengah hasrat untuk pengetahuan. Sementara, suatu tubuh yang beragam menopang kesenangan yang juga beragam.
Jadi, hasrat untuk mengetahui dan kegemaran sebagai relasi tanda.
Bukan materialisasi hasrat melalui citra-tubuh modal karena menerobos permukaan tubuh. Mengambil sebuah contoh, ada seorang perokok terjerumus kedalam permainan estetika menuju puncak kenikmatan. Bukan hanya memendam prinsip pengetahuan, tetapi dia juga menyatakan prinsip kesenangan.
Digelutinya sepanjang pengaruhnya menjadi obyek selera, melainkan juga memenuhi prinsip toleransi sepanjang hal tersebut berkaitan dengan tindakan seseorang pada pihak yang tidak merokok.
Kita melihat dengan bentuk penangkapan indera kita, tetapi pikiran kita yang memediasi keterbukaan akan dampak samping dari puncak kenikmatan itu sendiri. Pada dasarnya, dunia luar yang digumuli menimbulkan tanda awal, seperti tidak mungkin ada sesuatu menghasilkan tanpa sesuatu hirarki yang dihasilkan (kenikmatan, pabrik, dan petani tembakau) dalam tatanan hasrat.