Sesungguhnya hasrat massa melebihi kebebasan sebelum menit-menit terakhir ilusi. Kita mungkin menghadapi tantangan dunia baru yang diiringi dengan perubahan instan yang pincang akibat niat busuk.Â
Belum lagi, kepura-puraan dan kritisisme ternyata anti kritik. Karena retorika yang mentah mengumbar gambar melalui posisi tawar yang tinggi.
Kekerasan Ganda
Mulai dari kekerasan pikiran ke kekerasan fisik. Dari kekerasan bahasa ke kekerasan hasrat, dari kekerasan rasial ke kekerasan seksual hingga kekerasan teks ("putih-hitam," "orang dalam-orang luar"). Semuanya merupakan kekerasasn ganda.
Tanpa pengembosan dan pertumbuhan yang fantastis dari arus perubahan akibat Reformasi 21 Mei 1998. Jejak-jejak tanpa tubuh yang memadati gambar, suara, dan warna mutakhir dalam rekaman peristiwa yang aneh.Â
Misalnya, pantulan senyuman, citra, dan kekebasan yang diumbar begitu mempesonakan justeru menyelubungi kekerasan rasial.Â
Terlacak jejak-jejaknya, sebelum 21 Mei 1998 telah terjadi kekerasan rasial ditandai dengan pembakaran bangunan dan kendaraan. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 menelan korban sebanyak 499 orang tewas. (kompas.com, 15/11/2021)
Cukupkah dengan prasasti peringatan korban Kerusuhan Mei 1998? O Ingatan! Peristiwa tragis itu terlalu mudah untuk dilupakan. Paling tidak, sebanyak 113 korban kerusuhan Mei 1998 dengan lokasi makam masal di DKI Jakarta yang tidak teridentifikasi. (komnasperempuan.go.id, 13/ 05/2021)
Teror mengiringi perubahan politik. Tubuh murni dijadikan sasaran pelampiasan nafsu bejat menyertai hari-hari sebelum 21 Mei 1998. Sebanyak 200 pengaduan kasus perkosaan, terhitung sejak sampai 15 Mei 1998. Dari keseluruhan kasus itu, terdapat 189 kasus perkosaan berdasarkan hasil verifikasi. (kompas.com, 19/11/2021)
Terutama di kota-kota layaknya kota-kota mati. Suasana betul-betul mencekam menyelimuti warga. Kenyataannya, bentuk kekerasan rasial beririsan dengan kekerasan seksual.Â
Reformasi itu menyenangkan sekaligus menyedihkan. Kehormatan Reformasi dinodai oleh kekerasan.