Di sini, tubuh berada dalam aura kekerasan mampu menyadap rahasia 'dunia indera' dan memukul mundur pikiran. Seperti seseorang yang tenggelam dalam hasrat untuk membeli sebuah bentuk 'kamera digital'.Â
Terlebih awal, obyek yang diketahui dalam hasratnya. Kekerasan tidak lebih sebagai sebuah cermin pantul yang buram dan kosong dari sudut penglihatan di balik mata.
Sebagai obyek nyata, karena kamera digital bermanfaat terutama mengambil obyek gambar kekerasan yang juga nyata. Kamera dilengkapi titik perhitungan jarak, cakupan-batasan, muatan, dan bahkan permainan warna terungkap. Sebuah kamera disinari dengan garis cahaya dan yang dipantulkan dengan obyek yang dipotret.Â
Sebuah obyek kekerasan yang disorot cahaya melalui lensa yang dipantulkan oleh sebuah obyek tertentu tergiring dalam medium ketiadaan. Seseorang terlanjur disirami suatu cahaya kamera, dalam pemikiran hanya satu, yaitu dunia yang ada dalam dirinya sangat menarik pandangan.
Betapa sebuah sarana pemuasan amarah sangat menarik, tetapi energi yang mustahil tidak menarik prinsip estetis. Sebuah kamera interior adalah sarana sensasi dan media pergulatan pikiran, karena cahaya yang kuat ditransversalisasikan untuk memperjelas bayangan kekerasan dengan elemen pengaturan otomatis.Â
Seperti bayangan, ketajaman, dan penyinaran sebuah obyek kekerasan. Dalam pandangan buta itulah ada "kamera" tersembunyi, dimana berbagai penjelasan pada ketidakhadiran obyek melalui ketajaman sekaligus kekaburan sensorik dari peristiwa murni.
Titik buta yang teliti dan disatukan melalui 'angka diafragma'. Dari sebuah kamera dengan pernyataan absurd, semakin besar angka diafragma, semakin kecil peluang sebuah tanda-tanda kelahiran diafragma, atau sebaliknya. Karena alat-alat visual tidak lebih dari permainan cahaya.Â
Dalam cahaya benda-benda hanya akhir bagi kebutaan yang ada dalam benda-benda itu sendiri. Misalnya, seorang pemabuk, melihat kilatan cahaya dari kamera akan mengakibatkan efek pemancingan sensasi yang terbatas.
Memancing  emosi pemabuk yang mengganggu pikirannya atas pantulan cahaya dari sebuah obyek yang tidak nyata dalam bentuk halusinasi massa. Ilmu ukur pergerakan massa dari satu tempat ke tempat lain dengan kaidah-kaidah formal dengan apa yang disebut metri causa (meter adalah irama dari distansi-jarak). Setelah penilaian akhir, suatu revaluasi bentuk kekerasan yang tersembunyi dianggap bukan sebagai seni yang menghangatkan jiwa, mencakup rentetan angka, simfoni, dan syair yang teratur dan menukik tajam.
Melalui lensa kamera itulah, maka obyek-obyek sebagai realitas spasial dengan garis dan lingkaran menyelimuti kehidupan dan dunia, dimana selubung kekerasannya tersingkap melalui figur geometris. Kebebasan hanyalah pantulan dari tubuh bersama daya intelek; ia disamarkan dengan ketajaman sensasi mata.Â
Karena itu, ruang penglihatan dan pendengaran sebagai persepsi inderawi, maka pemisahan peristiwa kekerasan antara sesuatu yang nyata dengan ilusi.