Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tidak Ada Kisah Reformasi dalam Kenetralan Peristiwa

3 Mei 2023   13:15 Diperbarui: 1 Januari 2024   07:33 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jeritan itu melampaui 252 halaman buku puisi esai karya Denny JA. Dia memainkan teks tertulis begitu apik dan menggema.

Mengapa disebut tidak ada kisah 21 Mei 1998? Apa yang memicu sehingga peristiwa politik tumbangnya rezim Orde Baru menjadi peristiwa suksesif yang mengerikan? 

Puisi esei Denny JA menjadi saksi atas dua pertanyaan tersebut. Peristiwa rasial, berdarah, dan pemerkosaan sebagai "selingan fatal" pra 21 Mei 1998.

Saya tidak bermaksud mengungkapkan tentang asal-usul pergolakan massal dan jejak-jejak kebangkitan intelektual muda dari mahasiswa. Karena itu, mungkin usia anak kecil terlalu cepat memasuki tanda keindahan pembunuhan di malam kejam. Orang pada tahu, bahwa Reformasi 21 Mei 1998 ditandai dengan tumbangnya sebuah rezim lama menuju rezim baru. Setidak-tidaknya, tanda kuasa sejak puluhan tahun yang lalu begitu nikmat.

Masyarakat Indonesia terutama kaum terpelajar atau intelektual muda memiliki satu ingatan kolektif atas pergerakan Reformasi 21 Mei 1998. Ia menjadi sebuah fenomena sejarah. Peristiwa politik tidak selalu menjadi peristiwa menarik. Peristiwa dimaksudkan merupakan bagian dari fenomena sejarah politik itu sendiri. Peristiwa besar tidak dapat direduksi dengan rangkaian 'determinisme' dari pergerakan sosial atau rangkaian sebab musabab mengapa terjadi gelombang protes terhadap rezim otoriter.

Ahli sejarah belum menemukan rangkaian sebab musabab tumbangnya rezim dengan satu persfektif. Katakanlah, akumulasi amarah yang menumpangi protes sosial membuat nalar dapat dibunuh dengan kesilauan akan kebebasan. 

Bentuk-bentuk kekerasan adalah bentuk penghancuran mimpi, berakhir dengan ilusi dari kebebasan. Lantas, ketidakhadiran nalar dalam kekerasan fisik misalnya, menandai kebangkitan hasrat yang bersentuhan dengan kekerasan bahasa dan pikiran.

Tetapi, "kebutaan" atas peristiwa besar dan tragis dirisaukan bukan karena faktor semangat, melainkan kekerasan pikiran. Sehingga hasrat untuk bebas memiliki kekuatan logika tersendiri untuk memahami perjalanan kehidupan dunia. 

Sejarawan berusaha mencari nilai surplus kuasa di sudut-sudut peristiwa. Peristiwa itu muncul ketika warna-warni kehidupan dan pemikiran mulai dipermasalahkan. Warna-warni kehidupan dan pemikiran ternyata hanya menutupi krisis hebat.

Pada titik tertentu, peristiwa adalah peristiwa yang dinamis. Peristiwa yang melibatkan efek dari eforia kebebasan yang kebablasan. 

Sebagai titik pertumbuhan kontinuitas, maka pilihan kita untuk menata ulang permasalahan yang kompleks, representasi, suksesi, diskontinuitas atau krisis multidimensi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun