Kembali ke tema yang mungkin dilupakan sejenak dalam pergerakan ingatan dan khayalan yang menerawang kosong. Setelah tidak ada lagi yang dapat dipertahankan dari kerapuhan kata yang dikendalikan oleh nalar sebagai “sistem narasi yang terpusat” bagi yang lain.
Setiap celah kata yang dituliskan yang selanjutnya menjadi bahan pembicaraan tidak akan pernah solid tanpa pergerakan teks yang benar-benar hidup untuk diresapi melalui teks tertulis.
Tema yang bicarakan dalam Al-Qur’an terus menerus bersama teks tertulis tidak pernah berlawanan arus. Teks tertulis adalah jalinan antara mimpi, ingatan dan kesenangan. Teks tertulis seiring meditasi dan kebebasan. Teks tertulis adalah penandaan yang independen. Aliran citra dalam teks tertulis bergerak di sekitar kita.
Misalnya, “Filsuf membaca kurs mata uang terdepresiasi di berita utama koran” atau “Dokter membaca teks berjalan sebuah iklan parfum di televisi.” Kedua frasa tersebut bukanlah relasi antara permukaan dan rangsangan, melainkan “kebutaan rujukan.” Teks sebagai tubuh menunda rujukan bagi pembentukan relasi antara istilah dan produksi, akhirnya dikaburkan dengan makna lain yang bersifat plural tidak direpresi dalam tulisan.
Tetapi, wilayah pergerakan teks tertulis ditemukan dalam ketidakhadiran aliran ganda, yakni tanda ingatan dan hasrat yang dimolekulerisasi menjadi kesenangan untuk menghitung kumpulan celah kelengahannya sendiri.
Peristiwa kecil dalam aliran teks tertulis menelan korban kesadaran. Kurs mata uang dan iklan parfum bukan lagi bagian dari citra modal atau tanda hasrat sepanjang masih berada pada taraf makna, kecuali ia membebaskan dirinya dari kata yang menipu dirinya di balik maksud dari pemanfaat istilah. Setiap “kebutaan atas rujukan” berlangsung dalam taraf makna menjadi teks tertulis, tatkala rangkaian tanda hasrat atau teks visual tidak memiliki keterkaitan dengan “tanda kelaparan” atau ketidakpedulian pada hasrat atau kesenangan untuk berbagi tulisan.
Ada sesuatu yang belum dirampungkan dalam ungkapan sederhana dari kematian ke kematian tanpa surat wasiat, tanpa kuburan dari penulis dan pembaca, kematian narator dan editor.
Teks tertulis mengenai hasrat seksual yang dieksploitasi, misalnya. Lain halnya, istilah melawan citra yang didramatisasi sedemikian rupa, seperti terpikat oleh suara setelah menonton atau membaca iklan perawatan tubuh.
Apa yang berbahaya, bukan teks, bukan buku, tetapi dalam dirinya sendiri: dari jiwa penulis atau pengarang. Karena kepamriahannya untuk disanjung-sanjung, dihadiahkan, ditawarkan dan ditukarkan dengan status atau gengsi, akhirnya tidak sebanding dengan nilai perjuangan hakiki, gerakan hasrat untuk menciptakan perjuangan baru.
Jadi, dia hadir bukan untuk diingat kembali. Paling berbahaya dari hasrat seseorang, tatkala dia menciptakan trik-trik dalam permainan politik sebagai permainan kata dan kalkulasi.
Kata-kata, naskah atau teksnya dinilai sangat berbahaya, sehingga bukan hanya pergerakannya dikendalikan, dibatasi dan dijinakkan oleh lembaga kuasa yang cenderung tiranik, tetapi jiwanya. Dunia jiwa dan teks tertulis diistirahatkan oleh khayalan dan hasratnya sendiri. Kita melihat teks melimpah, memenuhi semua ruang, berarti taktik atau cara beragam dijalankan teks untuk menciptakan relasi kuasa tersendiri.