Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Wahyu Tanpa Tulisan Secara Otomatis Lenyaplah Makna: Catatan untuk Sukidi, Ph.D

18 April 2023   16:33 Diperbarui: 23 Juni 2023   07:36 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok pemikir Islam Sukidi Mulyadi, Ph.D. jebolan Harvard University (Sumber gambar: geotimes.id)

Dalam pemikiran Islam, bahasa lisan selalu diberi nilai tinggi.

Tetapi,  bahasa tulisan diberi nilai “lebih” tinggi. Kita mengetahui, bahasa bahasa lisan menandai pembicara dan pendengar hadir secara serempak. Mereka tidak ada jarak spasio-temporal antara pembicara, pembicaraan, dan pendengar. Karena pembicara dan pendengar diandaikan terjalin kelindang dalam satu momen pembicaraan, dimana pembicara dan pendengar saling mendengarkan satu sama lain. 

Masih ada anggapan bahwa dalam bahasa lisan belum tentu diketahui apa yang pembicara maksudkan. Memahami apa yang kita katakan berarti mengatakan apa yang kita tuliskan, serta mengetahui apa yang telah kita tuliskan. 

Gambaran mengenai makna yang hadir secara penuh ini dari penafsir atau penulis. Menurut Derrida, ia merupakan wujud ideal yang melatarbelakangi pemikiran atau peradaban modern (Barat).

Mesin kertas atau tulisan otomatis yang menopang penafsiran atas teks memungkinkan akan melebihi wahyu karena konteks yang berbeda. Penulisan sebanyak penafsirang atas teks Al-Qur’an setelah diwahyukan. Tidak jauh dari hal tersebut, tulisan yang disusun dan memistifikasi siapa saja yang memiliki melek huruf yang tinggi. 

Huruf-huruf yang tersembunyi apalagi yang nampak dalam mesin uang atau mesin kertas dinikmati oleh orang pada saat muncul tulisan otomatis yang tersibernisasi. “Tulisan dalam wahyu.” Tulisan bersifat imanen membuat wahyu melalui Al-Qur’an akan dipahami dan ditafsirkan dari segala macam persfektif.

Kesenangan atas tulisan adalah ketidakhadiran tidur atau malas. Ketidakhadiran total karena hilangnya sebagian tulisan. 

Karena itu, para pembaca bisa menelusuri bentuk tulisan dari model tulisan dalam wahyu. Bisa dikatakan, wahyu sebagai tulisan tanpa tinta.

Di sini, saya pikir, tidak diragukan lagi, bahwa model tulisan dalam Al-Qur’an setelah wahyu tidak bisa direduksi menjadi bahasa lisan seperti piktografik, ideogrammatik, dan elemen fonetik. Tulisan dalam Al-Qur’an bisa dibaca dalam bentuk kode apa pun.

Dalam batas yang terlalu jauh, saya setuju dengan Derrida, bahwa tulisan tulisan merupakan aktivitas yang dilakukan dalam rangka mengatasi jarak. Penafsir atau penulis menuangkan pikiran-pikirannya dalam tulisan di atas kertas hingga di layar medsos, berjarak dengan dirinya sendiri, berkelindang sejauh mungkin menjadi sesuatu yang  bisa dinikmat dengan ragam bacaan, sekalipun orang tidak hidup periode pewahyuan.

Tulisan akan mengatasi wahyu yang turun di zaman kita melalui teks Al-Qur’an. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun