Mohon tunggu...
Erick M Sila
Erick M Sila Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis adalah mengabadikan diri dalam bentuk yang lain di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Belajar dari Nikmatnya Secangkir Kopi #11

15 Januari 2024   15:48 Diperbarui: 15 Januari 2024   16:02 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Strategi," ulang Dinda, nada suaranya sedikit melembut. "Seperti apa? Kamu tidak berpikir untuk mengurangi proyekmu, kan?"

"Mungkin tidak mengurangi, tapi yang pasti mendelegasikan lebih banyak," jelas Aditya sambil menelusuri tepi cangkirnya. "Ini tentang bekerja lebih cerdas, bukan hanya bekerja lebih keras."

"Mendelegasikan berarti mempercayakan tanggung jawab kepada orang lain," kata Rizky sambil bersandar di meja, tatapannya tajam. "Bisakah kamu mengatasinya? Bagaimana jika mereka gagal?"

"Kalau begitu, ini menjadi pembelajaran---untuk mereka dan untukku," jawab Aditya, merasakan beban keraguan Rizky seperti batu di perutnya. Dia menyadari ketakutan di balik pertanyaan itu, ketakutan yang sama yang pernah membuatnya terikat pada kerja berjam-jam yang tak ada habisnya.

"Hidup itu bukan sekedar pelajaran, Adit," tegur Dinda lembut, sifat protektifnya muncul ke permukaan. "Ini juga tentang memanfaatkan peluang. Apakah Anda yakin ingin memperlambatnya sekarang?"

"Melambat untuk mempercepat," balas Aditya sambil memikirkan kura-kura dan kelinci. "Saya tidak ingin memanfaatkan peluang hanya untuk menyadari bahwa saya telah kehilangan diri saya sendiri di sepanjang jalan."

"Kehilangan dirimu," ejek Rizky sambil membersihkan serat khayalan dari lengan bajunya. "Itu adalah kemewahan yang hanya mampu dimiliki oleh segelintir orang."

"Tepat sekali," Aditya menegaskan, tekad barunya semakin kuat dalam dirinya. "Sebuah kemewahan yang ingin aku jadikan suatu kebutuhan."

Dinda mengamati kakaknya, perang diam-diam terjadi di balik matanya. Dia adalah hasil dari dorongan yang tiada henti, namun dalam tekad Aditya, dia melihat kekuatan yang berbeda.

"Hati-hati Adit," akhirnya dia berkata, suaranya diwarnai kekhawatiran. "Tidak semua orang akan memahami jalan yang kamu pilih ini."

"Mungkin tidak," Aditya mengakui sambil menghabiskan kopinya. "Tetapi pemahaman dimulai dari satu hal. Dan saya memilih untuk memahami diri saya sendiri."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun