"biasanya di Cikampek kereta ini diledek habis-habisan oleh kereta-kereta mahal. Tapi semoga kali ini tidak," lanjutku memecah kekikukan.
"kau tahu kawan-kawanku menjuluki kereta ini apa ?" tanyaku lagi. Perempuan itu menggeleng.
"kalau kita tujuannya ke Surabaya ada kereta mahal bernama Argo Bromo Anggrek, ke Jogja ada Argo Sindoro, ke Bandung ada Argo Gede, kecepatan larinya seperti setan kebelet kencing !! cepat sekali ! Cuma bermodal pantat nongkrong di atas kursi empuk .. mak wusshhh !! kita akan sampai di tempat tujuan. Tapi tiketnya memang selangit .. " ujarku mengakrabkan diri
"semua yang punya nama depan Argo adalah kereta spesial ! termasuk kereta ini ! tapi bedanya .. kereta ini masih murah," celetukku memancing penasaran
"kau tahu kereta ini Argo apa ?" tanyaku gemas dengan perempuan cantik ini. Lagi-lagi ia menggeleng.
"Argoloyo !! inilah kereta Argoloyo ! staminanya banci ! kebanyakan ngecer ! loyo-nya setengah mati. Masinisnya mungkin punya banyak istri simpanan, jadi dia harus berhenti tiap stasiun dan memborong oleh-oleh beraneka macam dari para pengasong,"
"Telor asin di Brebes, batik di Pekalongan, lumpia di Semarang, kue wingko di Babat, semua tempat pasti disinggahi, mungkin dia ketakutan dicakar istrinya bila pulang tak bawa oleh-oleh, PERANG DUNIA KETIGA !!" lanjutku melucu
Syukurlah, perempuan itu tersenyum walau dipaksakan.
"kalau boleh tahu .. ada urusan apa di Cirebon ?" pertanyaanku memaksanya memandangku.
"Cirebon itu kampung halaman saya, Pak"
"Oh, kampung halaman," aku berseloroh ringan. Kata-katanya mengingatkanku dengan pemuda kawan bicaraku dua hari lalu, di atas kereta ini, dia juga dari Cirebon.