Suaranya terhenti. Nafasnya mengalir lebih cepat. Seraya air matanya kembali berembun, ia terisak sambil sesekali jemarinya menyeka kelopak mata.
"kenapa ? ada yang salah dengan pertanyaanku ? maaf ya," potongku iba.
Beberapa lelaki dan perempuan di bangku seberang menghakimiku.
"Tunangan saya meninggal tadi pagi, Pak"
Meninggal ??! Sial ! umpatku dalam hati. Aku tersentak. Rupa-rupanya cerocosku dari tadi salah tempat.
"dia .. dia .. overdosis, Pak. Telat penanganan. Sebenarnya .. dia sudah kularang naik kereta ini .. tapi -"
"dia waktu itu .. dia .. dia dibius di kereta,"
Overdosis ? di kereta ? Cirebon ?!!!
Sial !! umpatku. Berarti pemuda Cirebon kemarin itu tunangannya. Ah, bukan ! semoga bukan dia ! semoga korban pembius lain ! bukan korbanku !
"maaf, Dik. Saya turut prihatin," mulutku tercekat. Serasa biji salak menyangkut di tenggorokan.
"Dia .. dia dibius di kereta ini, Pak. Seharusnya dia turun di Cirebon menyiapkan pernikahan kami,"