Mohon tunggu...
Emil WE
Emil WE Mohon Tunggu... road and bridge engineer -

Seorang penikmat sastra, anggota forum diskusi sastra “Bengkel Imajinasi”, anggota Adventurers and Mountain Climbers (AMC 1969) Malang, kini tinggal di kampung kecil di Jawa Timur sehabis menekuni profesinya sebagai urban di Jakarta. Gemar menulis di alam bebas.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerpen: Perempuan di Atas Kereta

28 Desember 2010   22:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:17 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"biasanya di Cikampek kereta ini diledek habis-habisan oleh kereta-kereta mahal. Tapi semoga kali ini tidak," lanjutku memecah kekikukan.

"kau tahu kawan-kawanku menjuluki kereta ini apa ?" tanyaku lagi. Perempuan itu menggeleng.

"kalau kita tujuannya ke Surabaya ada kereta mahal bernama Argo Bromo Anggrek, ke Jogja ada Argo Sindoro, ke Bandung ada Argo Gede, kecepatan larinya seperti setan kebelet kencing !! cepat sekali ! Cuma bermodal pantat nongkrong di atas kursi empuk .. mak wusshhh !! kita akan sampai di tempat tujuan. Tapi tiketnya memang selangit .. " ujarku mengakrabkan diri

"semua yang punya nama depan Argo adalah kereta spesial ! termasuk kereta ini ! tapi bedanya .. kereta ini masih murah," celetukku memancing penasaran

"kau tahu kereta ini Argo apa ?" tanyaku gemas dengan perempuan cantik ini. Lagi-lagi ia menggeleng.

"Argoloyo !! inilah kereta Argoloyo ! staminanya banci ! kebanyakan ngecer ! loyo-nya setengah mati. Masinisnya mungkin punya banyak istri simpanan, jadi dia harus berhenti tiap stasiun dan memborong oleh-oleh beraneka macam dari para pengasong,"

"Telor asin di Brebes, batik di Pekalongan, lumpia di Semarang, kue wingko di Babat, semua tempat pasti disinggahi, mungkin dia ketakutan dicakar istrinya bila pulang tak bawa oleh-oleh, PERANG DUNIA KETIGA !!" lanjutku melucu

Syukurlah, perempuan itu tersenyum walau dipaksakan.

"kalau boleh tahu .. ada urusan apa di Cirebon ?" pertanyaanku memaksanya memandangku.

"Cirebon itu kampung halaman saya, Pak"

"Oh, kampung halaman," aku berseloroh ringan. Kata-katanya mengingatkanku dengan pemuda kawan bicaraku dua hari lalu, di atas kereta ini, dia juga dari Cirebon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun