"Okey dil, sampai jumpa besok". balas ku
Setelah membalas pesan, tiba-tiba aku kepikiran Fadhil. Akan kuliah dimana anak itu. Pasti jauh, jauh sekali meninggalkan aku disini. Apa dia tidak terpikir akan merindukan ku jika dia jauh dariku? Bodoh sekali aku memikirkan hal itu, belum tentu dia memikirkan hal yang sama. Tidak mungkin dia kuliah jauh atau bahkan sampai keluar negeri, dia kan anak yang manja, yang tidak bisa jauh dari orang tuanya. Tapi kalau benar bagaimana. Pikiran itu menghantuiku terus menerus, sampai aku tidak bisa menutup mataku untuk tidur. Pikiran itu berubah menjadi ketakutanku, ketakutan akan berpisah dengan orang yang aku cintai. Ketakutan bagaimana jika dia menemukan orang yang lebih asik dariku. Dasar Fadil, kau berhasil mengusai pikiranku malam ini.
“Sudah siap”
Aku terkejut ketika melihat kearahnya, tampan sekali anak ini mengenakan jaket hitam dengan helm menutupi wajahnya.
“ Ra sudah siap?” tanyanya sekali lagi
“Eh sudah”
“Ayo naik”
“Eh iya dil.”
Aku tidak tau dia akan membawaku kemana. Dengan polosnya aku tidaak bertanya tentang hal itu. Kali ini aku diam seribu bahasa, tidak banyak seperti biasanya ketika kami dalam perjalanan. Pikiran tadi malam masih ada di dalam kepalaku.
Kami sampai disuatu tempat. Tempat yang tidak asing bagiku. Ternyata itu adalah tempat pertama kami cabut dari kelas untuk mengerjakan tugas.
“ Kenapa kesini?”