"Hei...siapa Anda? Mengapa wajah kita---mirip?" ia berseru kaget.
"Kemiripan yang sangat menyebalkan!" Â aku menyahut sinis. "Ayolah, Black! Jalankan mobil!"
Black mengemudi bagai orang kesurupan. Beruntung jalanan sedang sepi.
Lima belas menit kemudian kami sampai di apartemen milikku yang berada di tengah kota.
"Katakan, apa mau kalian?" wanita yang mirip aku itu tampak enggan turun dari mobil.
"Kau tidak sabaran juga, rupanya. Kita bicara di dalam!" aku mendahului turun. Wanita itu menyisih. Lalu mengikuti langkahku.
"Bukan kemiripan yang mendorongku membawamu kemari. Tapi lebih pada pengaruhmu. Tolong hentikan orasimu untuk mempengaruhi massa demi menghalang-halangi pembangunan pabrik yang tengah kubangun," aku berkata tegas. Ketika kami sudah berada di dalam apartemen.
"Oh, jadi itu tujuanmu membawaku ke tempat ini dengan paksa? Jangan bermimpi. Kamu tidak akan bisa merayuku. Apalagi mengancamku!" Wanita itu menyahut agak emosional.
Aku menggeram.
"Jangan menentangku. Atau--kau akan menyesal nanti," aku mendekatkan wajahku. Hatiku mendidih.
Sesaat kami saling bertatapan.